
Pantau - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mendesak penghentian sementara konflik di Sudan guna memungkinkan akses bantuan kemanusiaan, khususnya bagi warga sipil yang terjebak di Kota El Fasher, yang kini dalam kondisi terkepung.
Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) menyatakan bahwa gencatan senjata diperlukan untuk memungkinkan pengiriman bantuan skala besar dan memulihkan kehadiran penuh PBB di wilayah terdampak.
"OCHA sekali lagi mendesak semua pihak untuk mengizinkan akses kemanusiaan di seluruh negara itu dan menyerukan kepada para donor untuk meningkatkan pendanaan fleksibel guna memenuhi kebutuhan kemanusiaan Sudan yang terus melonjak," tegas pernyataan resmi OCHA.
Peningkatan kebutuhan mendesak dipicu oleh kombinasi faktor seperti ketidakamanan, penyakit, kelaparan, banjir, dan pengungsian massal.
El Fasher Terisolasi, Warga Konsumsi Pakan Ternak dan Limbah
Wakil Sekretaris Jenderal PBB untuk Urusan Kemanusiaan Tom Fletcher memperingatkan bahwa risiko kelaparan di El Fasher semakin tinggi dan waktu untuk bertindak sangat terbatas.
Penembakan sporadis masih terjadi di kota tersebut, dan warga sipil menjadi korban utama dalam bentrokan antara kelompok bersenjata.
Program Pangan Dunia (WFP) melaporkan bahwa blokade jalur pasokan telah menyebabkan lonjakan harga bahan pangan seperti sorgum dan gandum hingga 460 persen dibandingkan wilayah lain.
Akibat kekurangan pangan, banyak warga mulai mengonsumsi pakan ternak dan limbah makanan karena hanya sedikit dapur komunitas yang masih beroperasi.
Kekerasan yang meluas, termasuk penjarahan dan kekerasan seksual, terus meningkat berdasarkan laporan dari para pengungsi yang berhasil melarikan diri dari wilayah konflik.
Perempuan Paling Rentan, Malnutrisi dan Wabah Kolera Memburuk
Laporan "Potret Gender" yang dirilis UN Women menyatakan bahwa perempuan menjadi kelompok paling terdampak dalam konflik Sudan.
Rumah tangga yang dipimpin perempuan tiga kali lebih berisiko mengalami kerawanan pangan dibanding rumah tangga yang dipimpin laki-laki.
Hanya 1,9 persen rumah tangga perempuan yang tergolong aman pangan, sementara pada rumah tangga laki-laki angkanya mencapai 5,9 persen.
"Krisis ini didorong oleh ketidaksetaraan gender sistemik, yang diperparah oleh konflik dan pengungsian," sebut laporan tersebut.
Di sisi lain, OCHA juga mencatat wabah kolera terus menyebar di wilayah Darfur.
Lebih dari 3.600 kasus tercatat di Darfur Utara sejak akhir Juni, dan lebih dari 1.200 dugaan kasus dengan 69 kematian dilaporkan di Darfur Selatan.
Terbatasnya pelaporan kemungkinan besar menutupi tingkat keparahan wabah yang sebenarnya.
Krisis semakin diperburuk oleh akses yang minim terhadap air bersih, fasilitas sanitasi, dan pasokan medis.
Angka malnutrisi akut global di Darfur Utara juga telah melewati ambang batas darurat, mencapai 34 persen di wilayah Mellit dan hampir 30 persen di At Tawaisha.
PBB dan mitra kemanusiaannya tengah memperluas layanan rawat jalan terapeutik serta merencanakan pendirian pusat stabilisasi gizi baru.
Namun, pendanaan darurat sangat dibutuhkan untuk mempertahankan dan memperluas upaya bantuan di wilayah yang paling terdampak konflik.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf
- Editor :
- Tria Dianti