
Pantau - Kelompok Houthi di Yaman mengumumkan sanksi terhadap sejumlah perusahaan minyak besar asal Amerika Serikat, termasuk eksekutif senior dan dua kapal pengangkut minyak mentah, memicu kekhawatiran baru terhadap stabilitas di kawasan Laut Merah.
13 Entitas dan 2 Kapal Masuk Daftar Hitam Houthi
Pusat Koordinasi Operasi Kemanusiaan (HOCC) di Sanaa melaporkan bahwa total 13 entitas, sembilan individu, dan dua kapal asal AS telah dikenai sanksi.
HOCC, yang memiliki hubungan erat dengan struktur militer Houthi, menyatakan bahwa entitas yang disanksi akan diperlakukan "sesuai dengan prinsip konfrontasi," serta memperingatkan bahwa mereka akan menggunakan segala sarana untuk menanggapi setiap tindakan permusuhan terhadap Republik Yaman.
Di antara perusahaan yang masuk daftar sanksi terdapat raksasa energi seperti ExxonMobil, Chevron, ConocoPhillips, Phillips 66, dan Marathon Petroleum.
Mereka dituduh melanggar dekret Houthi yang melarang ekspor minyak mentah AS ke wilayah yang dikendalikan kelompok tersebut.
"HOCC akan menggunakan semua sarana dan instrumen yang tersedia untuk menghadapi setiap tindakan permusuhan yang diambil oleh negara atau kelompok mana pun terhadap Republik Yaman, sesuai dengan hukum yang berlaku dan peraturan terkait," tegas pernyataan resmi HOCC.
Langkah ini diumumkan hanya beberapa bulan setelah tercapainya gencatan senjata antara Houthi dan AS pada Mei 2025, yang dimediasi oleh Oman.
Gencatan senjata tersebut menghentikan serangan udara AS ke Yaman selama dua bulan, dengan komitmen Houthi untuk tidak menyerang kapal AS di Laut Merah.
Namun, sanksi ini dianggap berpotensi memicu eskalasi dan mengancam kelangsungan kesepakatan tersebut.
Houthi: Balasan Atas Blokade dan Sanksi AS
Tindakan Houthi datang sebagai respons terhadap sanksi AS bulan lalu, di mana Departemen Keuangan menjatuhkan sanksi terhadap 32 individu dan entitas, serta empat kapal yang terhubung dengan Houthi.
Washington menyebut sanksi itu sebagai upaya untuk menghambat penggalangan dana, penyelundupan, dan serangan kelompok tersebut di wilayah Laut Merah.
Menanggapi hal itu, pejabat Houthi, Hamid Abdul-Qader, mengatakan: "Tidaklah masuk akal dan adil jika kami dikenai blokade serta sanksi, dan tetap diam menghadapi tindak penindasan semacam ini," ungkapnya.
Ia menambahkan bahwa keputusan menjatuhkan sanksi merupakan langkah pembelaan diri demi melindungi hak rakyat Yaman dari tekanan eksternal yang terus meningkat.
Mohammed Al-Bukhaiti, anggota Biro Politik Houthi, juga menjelaskan bahwa pelarangan ekspor minyak AS oleh kelompoknya tidak melanggar kesepakatan gencatan senjata dengan Washington.
"Houthi tidak akan menerima perlakuan sepihak. Agresi akan dibalas dengan agresi, dan blokade dengan blokade," tegasnya.
Sementara itu, analis politik asal Aden, Muqbil Naji, mengingatkan bahwa tindakan ini bisa ditafsirkan berbeda oleh pihak AS.
"Jika Houthi bertindak lebih jauh dari sekadar deklarasi dan mulai menargetkan kapal AS, Washington kemungkinan akan merespons secara militer," katanya, menilai bahwa aksi Houthi berpotensi menggoyahkan perdamaian yang masih rapuh secara strategis.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf
- Editor :
- Tria Dianti