
Pantau - Sekitar 350 keluarga terpaksa berjalan kaki sejauh hampir 50 kilometer selama empat hari untuk mengungsi dari Kota El Fasher yang terkepung, menuju Kota Tawila, di tengah meningkatnya kekerasan di wilayah Darfur Utara, Sudan.
Mereka tiba di Tawila pada Minggu dan Senin, 19–20 Oktober 2025, dalam kondisi yang sangat memprihatinkan, sebagaimana dilaporkan Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) pada Selasa, 21 Oktober.
Sebagian besar pengungsi terdiri dari perempuan, anak-anak, dan lansia, beberapa di antaranya mengalami luka-luka akibat perjalanan panjang dan kondisi berbahaya di sepanjang rute pengungsian.
Kelompok ini menambah jumlah pengungsi yang sudah mencapai lebih dari 600.000 orang di Tawila, sebagian besar berasal dari El Fasher dan wilayah sekitarnya.
OCHA juga melaporkan bahwa puluhan pemuda yang ikut dalam rombongan tersebut masih dinyatakan hilang hingga kini.
Kekerasan Terus Meningkat, Bantuan Kemanusiaan Kewalahan
Eskalasi kekerasan di El Fasher memperburuk krisis kemanusiaan yang telah berlangsung lama di wilayah tersebut.
Serangan artileri berat dilaporkan menghantam pusat kota El Fasher pada Senin, mengancam ribuan warga sipil di kawasan padat penduduk.
Otoritas setempat mencatat lebih dari 109.000 orang telah mengungsi ke 127 lokasi berbeda di ibu kota negara bagian Darfur Utara itu.
Sebagian besar pengungsi dilaporkan tidak memiliki akses terhadap makanan, air bersih, atau layanan kesehatan dasar.
Di wilayah As Serief dan Kernoi, Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) memperkirakan sekitar 10.000 orang terpaksa mengungsi pada Minggu karena situasi keamanan yang memburuk.
Mayoritas dari mereka kini berlindung di lokasi-lokasi terdekat di dalam wilayah Kernoi.
Di tengah kekacauan ini, OCHA menyampaikan bahwa "PBB dan mitra-mitra kemanusiaannya menyediakan makanan, air, dan perawatan medis dasar bagi para pengungsi yang baru tiba, tetapi kebutuhan jauh melebihi sumber daya yang tersedia", ungkap lembaga tersebut dalam laporan resminya.
PBB dan para mitra terus meningkatkan upaya tanggap darurat di wilayah-wilayah yang masih dapat diakses, sambil berkoordinasi dengan otoritas, donatur, dan organisasi lainnya untuk memobilisasi lebih banyak sumber daya.
Serangan Drone Guncang Khartoum, PBB Serukan Gencatan Senjata
Situasi di ibu kota Sudan juga memanas setelah sejumlah drone dilaporkan menyerang Bandar Udara Internasional Khartoum pada Selasa dini hari.
Serangan terjadi sehari sebelum bandara tersebut dijadwalkan dibuka kembali untuk penerbangan domestik — untuk pertama kalinya sejak konflik pecah pada April 2023.
Serangan ini semakin memperkuat kekhawatiran terhadap keamanan infrastruktur vital dan kelangsungan upaya kemanusiaan di negara tersebut.
PBB kembali menegaskan seruan dari Sekretaris Jenderal Antonio Guterres agar semua pihak segera menghentikan konflik.
Lembaga internasional itu juga menyerukan perlindungan terhadap warga sipil dan fasilitas sipil, serta akses kemanusiaan yang bebas hambatan bagi semua pihak yang membutuhkan.
- Penulis :
- Aditya Yohan