
Pantau - Akademisi ilmu politik dari Universitas Terbuka menyatakan bahwa reformasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), khususnya Dewan Keamanan, perlu mencakup perubahan terhadap sistem hak veto yang saat ini dimonopoli oleh lima negara anggota tetap.
Reformasi ini dinilai penting untuk menjamin keadilan dan kesetaraan antarbangsa dalam pengambilan keputusan global.
Menurut Insan Praditya Anugrah, akademisi dari Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial dan Politik (FHISIP) Universitas Terbuka, hak veto sering digunakan oleh negara-negara besar untuk menjaga kepentingan politik dan ekonomi mereka.
"Selama Dewan Keamanan PBB masih dikuasai lima anggota tetap dengan kepentingan yang terbagi, maka dunia tidak akan mencapai perdamaian," tegasnya.
Hak Veto Dinilai Jadi Penghalang Perdamaian Global
Insan menjelaskan bahwa pasca Perang Dingin, hak veto tetap digunakan untuk melindungi kepentingan domestik dan geopolitik negara-negara besar, terutama di kawasan strategis dunia.
Ia menyebut bahwa dominasi ini telah menyebabkan kegagalan PBB dalam menangani konflik panjang dan pelanggaran HAM di sejumlah wilayah seperti Ukraina, Palestina, dan Afrika.
"Amerika Serikat pun kebanyakan memveto resolusi perdamaian untuk konflik Israel–Palestina," ujarnya.
Hak veto yang hanya dimiliki oleh lima negara—Amerika Serikat, Inggris, Prancis, Rusia, dan Tiongkok—dinilai bertentangan dengan prinsip keadilan dan kesetaraan yang dijunjung tinggi oleh PBB.
"Dengan hak veto yang hanya dimiliki negara-negara hegemonik, maka resolusi PBB sia-sia dan lembaga ini tidak akan berhasil menciptakan perdamaian dunia," lanjutnya.
Reformasi Veto dan Dukungan Internasional
Insan menilai bahwa pencabutan atau reformasi hak veto akan membuka jalan bagi terciptanya sistem pengambilan keputusan yang lebih demokratis dan representatif di PBB.
Langkah ini juga akan memperkuat independensi PBB sebagai lembaga internasional yang adil dan netral.
Wakil Juru Bicara PBB, Farhan Haq, menyatakan bahwa reformasi Dewan Keamanan hanya dapat dilakukan jika negara-negara besar bersedia mendengar dan mempertimbangkan suara dari seluruh negara anggota.
"Negara-negara utama di Dewan Keamanan perlu mendukung perubahan itu," katanya.
"Pada akhirnya yang dibutuhkan adalah mereka mendengarkan suara seluruh negara anggota lain tentang bagaimana Dewan Keamanan dapat berfungsi secara efektif, yaitu dengan direformasi," tambahnya.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf









