
Pantau - Hamas membantah tuduhan Komando Pusat Amerika Serikat (CENTCOM) bahwa kelompok tersebut menjarah truk-truk bantuan kemanusiaan di Jalur Gaza pada Minggu, 2 November 2025.
Hamas menyebut tuduhan itu tidak berdasar dan merupakan upaya untuk membenarkan pembatasan bantuan ke wilayah yang tengah dilanda krisis kemanusiaan tersebut.
Kelompok itu juga menyatakan bahwa tuduhan tersebut digunakan untuk menutupi kegagalan masyarakat internasional dalam mengakhiri blokade dan kelaparan di Gaza.
"Semua kekacauan dan penjarahan berakhir segera setelah pasukan pendudukan (Israel) menarik diri, yang membuktikan bahwa hanya pendudukan yang mensponsori geng-geng itu dan menciptakan kekacauan," ungkap Hamas dalam pernyataan resminya.
CENTCOM Dituding Rekayasa Video dan Perkuat Narasi Israel
Hamas menegaskan bahwa tidak ada lembaga internasional, lokal, maupun pengemudi truk bantuan yang melaporkan penjarahan oleh anggotanya.
"Ini jelas-jelas menunjukkan bahwa video yang diklaim Komando Pusat AS adalah rekayasa dan bermotif politik untuk membenarkan kebijakan blokade serta pengurangan bantuan," tegas kelompok tersebut.
Hamas juga menuduh Amerika Serikat gagal mendokumentasikan serangan-serangan Israel selama masa gencatan senjata yang telah menewaskan 254 warga Palestina dan melukai 595 orang lainnya.
Sebelumnya, CENTCOM merilis rekaman dari drone yang diklaim menunjukkan anggota Hamas melakukan penjarahan terhadap truk bantuan di Gaza.
Hamas menyebut jumlah rata-rata truk bantuan yang masuk ke Gaza hanya sekitar 135 per hari.
Menurut Hamas, truk-truk lainnya adalah truk komersial yang tidak bisa dijangkau oleh warga Gaza yang paling membutuhkan.
"Dukungan AS terhadap narasi Israel hanya memperdalam keberpihakan yang tidak bermoral serta menjadikannya mitra (Israel) dalam blokade dan penderitaan rakyat Palestina," ungkap Hamas.
Gencatan Senjata Berlaku Sejak Oktober, Ribuan Jadi Korban
Gencatan senjata di Jalur Gaza mulai diberlakukan pada 10 Oktober 2025, menyusul rencana perdamaian 20 poin yang diajukan oleh Presiden AS Donald Trump.
Isi perjanjian tersebut mencakup pertukaran sandera dan tahanan, serta langkah-langkah awal untuk rekonstruksi wilayah Gaza.
Namun, data menunjukkan bahwa sejak agresi militer Israel dimulai pada Oktober 2023, lebih dari 68.500 warga Palestina telah tewas.
Mayoritas korban jiwa adalah perempuan dan anak-anak.
Sementara itu, lebih dari 170.600 warga Palestina dilaporkan terluka selama periode konflik tersebut.
Hamas mengklaim lebih dari 1.000 anggotanya dari kepolisian dan pasukan keamanan telah tewas saat berusaha mengamankan konvoi bantuan.
Ratusan anggota keamanan lainnya juga dilaporkan terluka dalam proses pengamanan tersebut.
- Penulis :
- Leon Weldrick







