Pantau Flash
HOME  ⁄  Hiburan

Acil Bimbo Wafat di Usia 82 Tahun, Wariskan Jejak Musikal, Budaya, dan Kepedulian Lingkungan

Oleh Ahmad Yusuf
SHARE   :

Acil Bimbo Wafat di Usia 82 Tahun, Wariskan Jejak Musikal, Budaya, dan Kepedulian Lingkungan
Foto: (Sumber: Arsip foto - Raden Darmawan Dajat Hardjakusumah atau Acil Bimbo. ANTARA/Agus Bebeng/Koz/Spt/pri.)

Pantau - Raden Darmawan Dajat Hardjakusumah atau Acil Bimbo meninggal dunia pada Senin (1/9) pukul 22.22 WIB di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, dalam usia 82 tahun.

Kabar duka tersebut menyebar melalui berbagai platform, termasuk WhatsApp Group dengan pesan doa dan belasungkawa untuk almarhum yang telah berpulang ke hadirat Ilahi.

Jenazah disemayamkan di rumah duka Jalan Biologi Nomor 4, Bandung, Jawa Barat.

Jejak Musikal: Dari Bimbo hingga “Corona”

Acil Bimbo dikenal luas sebagai salah satu pendiri dan vokalis utama grup musik legendaris Bimbo yang berdiri sejak tahun 1966.

Bersama saudara-saudaranya Sam Bimbo, Jaka Bimbo, dan Iin Parlina, Acil memperkenalkan lagu-lagu yang sarat makna religius, cinta, dan sosial.

Beberapa karya ikonik Bimbo antara lain “Tuhan”, “Sajadah Panjang”, “Melati dari Jayagiri”, “Flamboyan”, “Ada Anak Bertanya Pada Bapaknya”, “Ummat Manusia Bergembira”, hingga “Rindu Rosul”.

Pada masa pandemi COVID-19, Bimbo merilis lagu “Corona” yang sempat viral dan disangka lagu lama karena gaya musikal klasik mereka.

Musik Acil banyak dipengaruhi oleh musisi internasional seperti Robin Gibb, Everly Brothers, Cliff Richard, Tommy Steele, The Mills Brothers, dan Paul Anka.

Budayawan Sunda yang Peduli Sejarah dan Lingkungan

Lahir di Bandung pada 20 Agustus 1943, Acil merupakan anak kedua dari tujuh bersaudara pasangan Raden Dajat Hardjakusumah dan Uken Kenran.

Ia menyelesaikan pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran pada 1974, kemudian mengambil studi kenotariatan di kampus yang sama pada 1994.

Namun, panggilan hidupnya lebih banyak dijalani sebagai seniman, budayawan, dan aktivis lingkungan.

Sebagai Ketua LSM Bandung Spirit sejak 2000, Acil aktif menyuarakan pelestarian budaya Sunda dan isu-isu ekologis.

Dalam berbagai forum budaya, ia menekankan pentingnya menjaga kearifan lokal dan memperkuat identitas masyarakat Sunda yang dinilainya mulai tergerus zaman.

"Masyarakat Sunda kekurangan rujukan sejarah karena dominan budaya lisan. Mereka juga kurang gemar membaca, sehingga sulit mengikuti perkembangan zaman," ujarnya dalam diskusi budaya di Tasikmalaya, 2009.

Dalam seminar di Garut pada tahun yang sama, Acil menyatakan Indonesia sedang mengalami "sakit keras" akibat kemunduran budaya daerah, terutama hilangnya nilai-nilai seperti someah (ramah) dan gotong royong, yang kini tergantikan oleh sikap individualistis.

Ia mengajak masyarakat untuk kembali menjaga akar budaya dengan prinsip "ngajaga lembur" (menjaga kampung), "akur jeung dulur" (bersahabat dengan siapa pun), dan "panceug dina galur" (patuh pada etika dan aturan).

Kritik terhadap Kerusakan Lingkungan di Kawasan Bandung Utara

Pada 2010, Acil Bimbo turut menyoroti kerusakan hutan di Taman Wisata Alam Gunung Tangkubanparahu, bagian dari Kawasan Bandung Utara (KBU).

Ia menegaskan pentingnya pelestarian alam dalam setiap pembangunan, dan mendesak pemerintah serta pengembang untuk memprioritaskan kelestarian lingkungan dan kearifan lokal.

Bagi Acil, pembangunan tidak boleh mengorbankan warisan alam dan budaya yang menjadi identitas masyarakat setempat.

Warisan: Musik, Budaya, dan Nilai Kehidupan

Acil menikah dengan Ernawati dan dikaruniai empat anak serta beberapa cucu, termasuk dua publik figur: Hasyakyla Utami dan Adhisty Zara, yang dikenal sebagai mantan anggota JKT48.

Warisan yang ditinggalkan Acil bukan hanya lagu-lagu yang abadi, tetapi juga semangat menjaga budaya dan lingkungan yang terus relevan hingga kini.

Ia dikenang sebagai sosok seniman lengkap: musisi, budayawan, aktivis, sekaligus penjaga nilai-nilai kebaikan.

Penulis :
Ahmad Yusuf
Editor :
Tria Dianti