Pantau - Ketua LSPK Hasto Atmojo Suroyo membeberkan kasus dugaan suap Ferdy Sambo terhadap stafnya perihal 'amplop' saat akan mengusut tewasnya Brigadir J alias Nofriansyah Yoshua Hutabarat di kantor Kadiv Propam Polri.
"Ya itu ditanya soal itu (dugaan upaya suap Ferdy Sambo), tapi belum tahu hasilnya," kata Hasto kepada wartawan di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (22/8/2022).
Kedatangannya ini guna memenuhi pemanggilan KPK untuk memverifikasi dugaan suap Ferdy Sambo. Lalu, Hasto pun menceritakan apa yang dialami oleh salah satu stafnya tersebut.
"Dipanggil. Kami ceritakan prosesnya seperti kejadiannya saja," ujar Hasto.
Hasto menegaskan bahwa LPSK punya peraturan kode etik. Anggota maupun pimpinan LPSK dilarang menerima apapun dari seseorang yang mempengaruhi suatu penanganan khusus.
"Di LPSK itu kan ada etik jadi seseorang yang menerima karena orang yang berusaha mempengaruhi ini itu akan diberhentikan, jadi staf LPSK udah paham yang begitu langsung ditolak," jelasnya.
Sebelumnya diberitakan, Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu menyebutkan bahwa salah satu staf mengaku gemetar saat menerima dua amplop pascapertemuan tim LPSK dengan Irjen Ferdy Sambo dalam kasus tewasnya Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J.
“Belum dilihat lah? Kasih begitu saja sudah buat staf LPSK gemetaran. Langsung staf kami tolak saja,” ungkap Edwin kepada wartawan, Jumat (12/8/2022).
Edwin membeberkan, pertemuan ini dilakukan pada 13 Juli 2022. Saat itu, kata Edwin, ada dua petugas LPSK yang datang ke kantor Divpropam Polri. Kedatangan dua petugas LPSK ini berkaitan dengan pengajuan permohonan Irjen Ferdy Sambo untuk Bharada E dan istrinya, Putri Candrawathi.
Salah satu petugas LPSK, lanjut Edwin, tengah menunaikan ibadah salat dan meninggalkan petugas lainnya seorang diri. Pada saat itu penyodoran dua amplop terjadi.
“Setelah pertemuan dengan Irjen Ferdy Sambo dan jeda menunggu kedatangan Bharada E, salah satu Petugas LPSK menunaikan salat di Masjid Mabes Polri sehingga hanya ada satu orang petugas LPSK yang menunggu di ruang tunggu tamu kantor Kadiv Propam,” kata Edwin.
"Ya itu ditanya soal itu (dugaan upaya suap Ferdy Sambo), tapi belum tahu hasilnya," kata Hasto kepada wartawan di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (22/8/2022).
Kedatangannya ini guna memenuhi pemanggilan KPK untuk memverifikasi dugaan suap Ferdy Sambo. Lalu, Hasto pun menceritakan apa yang dialami oleh salah satu stafnya tersebut.
"Dipanggil. Kami ceritakan prosesnya seperti kejadiannya saja," ujar Hasto.
Hasto menegaskan bahwa LPSK punya peraturan kode etik. Anggota maupun pimpinan LPSK dilarang menerima apapun dari seseorang yang mempengaruhi suatu penanganan khusus.
"Di LPSK itu kan ada etik jadi seseorang yang menerima karena orang yang berusaha mempengaruhi ini itu akan diberhentikan, jadi staf LPSK udah paham yang begitu langsung ditolak," jelasnya.
Sebelumnya diberitakan, Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu menyebutkan bahwa salah satu staf mengaku gemetar saat menerima dua amplop pascapertemuan tim LPSK dengan Irjen Ferdy Sambo dalam kasus tewasnya Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J.
“Belum dilihat lah? Kasih begitu saja sudah buat staf LPSK gemetaran. Langsung staf kami tolak saja,” ungkap Edwin kepada wartawan, Jumat (12/8/2022).
Edwin membeberkan, pertemuan ini dilakukan pada 13 Juli 2022. Saat itu, kata Edwin, ada dua petugas LPSK yang datang ke kantor Divpropam Polri. Kedatangan dua petugas LPSK ini berkaitan dengan pengajuan permohonan Irjen Ferdy Sambo untuk Bharada E dan istrinya, Putri Candrawathi.
Salah satu petugas LPSK, lanjut Edwin, tengah menunaikan ibadah salat dan meninggalkan petugas lainnya seorang diri. Pada saat itu penyodoran dua amplop terjadi.
“Setelah pertemuan dengan Irjen Ferdy Sambo dan jeda menunggu kedatangan Bharada E, salah satu Petugas LPSK menunaikan salat di Masjid Mabes Polri sehingga hanya ada satu orang petugas LPSK yang menunggu di ruang tunggu tamu kantor Kadiv Propam,” kata Edwin.
- Penulis :
- khaliedmalvino
