
Pantau - Tiga General Manager (GM) PT PLN (Persero) wilayah Sumatera dan Sulawesi diperiksa tim penyidik Jampidsus Kejagung dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Tower PLN pada 2016.
Dalam keterangan tertulisnya, Rabu (24/8/2022), Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana mengatakan, pemeriksan tiga saksi pejabat PLN tersebut untuk melengkapi pemberkasan.
“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan,” ujarnya.
Adapun tiga saksi tersebut adalah, FS (GM PT PLN Sumatra Bagian Selatan tahun 2019), IPR (GM PT PLN Sulawesi Bagian Selatan tahun 2019), dan DM (GM PT PLN Sumatra Bagian Selatan tahun 2018).
Diberitakan, kasus bermula pada 2016 saat PLN membangun sekitar 9.000 set tower senilai Rp 2,2 triliun. Dalam pelaksanaan PT. PLN dan Asosiasi Pembangunan Tower Indonesia (Aspatindo) serta 14 penyedia pengadaan tower pada tahun 2016 telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Dengan fakta fakta hukum di antaranya, dokumen perencanaan pengadaan tidak dibuat, serta menggunakan Daftar Penyedia Terseleksi (DPT) tahun 2015 dan penyempurnaannya dalam pengadaan tower,
Padahal seharusnya menggunakan produk DPT yang dibuat pada tahun 2016 namun pada kenyataannya DPT 2016 tidak pernah dibuat. Kemudian, PT PLN dalam proses pengadaan selalu mengakomodir permintaan dari Aspatindo.
Sehingga mempengaruhi hasil pelelangan dan pelaksanaan pekerjaan yang dimonopoli oleh PT Bukaka.
“Karena Direktur Operasional PT Bukaka merangkap sebagai Ketua Aspatindo,” ujar Ketut.
Menurut Kapuspenkum, PT Bukaka dan 13 penyedia tower lainnya yang tergabung dalam Aspatindo telah melakukan pekerjaan dalam masa kontrak (Oktober 2016-Oktober 2017) dengan realisasi pekerjaan sebesar 30%.
Selanjutnya, pada periode November 2017 hingga Mei 2018, penyedia tower tetap melakukan pekerjaan pengadaan tower tanpa legal standing yang kondisi tersebut.
Penyedia tower lalu memaksa PT PLN melakukan addendum pekerjaan pada bulan Mei 2018 yang berisi perpanjangan waktu kontrak selama 1 tahun.
Kemudian, PT PLN dan penyedia tower melakukan adendum kedua untuk penambahan volume dari 9085 tower menjadi ±10.000 set tower
Sementara itu, ada perpanjangan waktu pekerjaan sampai dengan Maret 2019, karena dengan alasan pekerjaan belum selesai.
“Ditemukan tambahan alokasi sebanyak 3.000 set tower di luar kontrak dan addendum,” katanya. [Laporan: Syrudatin]
Dalam keterangan tertulisnya, Rabu (24/8/2022), Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana mengatakan, pemeriksan tiga saksi pejabat PLN tersebut untuk melengkapi pemberkasan.
“Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan,” ujarnya.
Adapun tiga saksi tersebut adalah, FS (GM PT PLN Sumatra Bagian Selatan tahun 2019), IPR (GM PT PLN Sulawesi Bagian Selatan tahun 2019), dan DM (GM PT PLN Sumatra Bagian Selatan tahun 2018).
Diberitakan, kasus bermula pada 2016 saat PLN membangun sekitar 9.000 set tower senilai Rp 2,2 triliun. Dalam pelaksanaan PT. PLN dan Asosiasi Pembangunan Tower Indonesia (Aspatindo) serta 14 penyedia pengadaan tower pada tahun 2016 telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Dengan fakta fakta hukum di antaranya, dokumen perencanaan pengadaan tidak dibuat, serta menggunakan Daftar Penyedia Terseleksi (DPT) tahun 2015 dan penyempurnaannya dalam pengadaan tower,
Padahal seharusnya menggunakan produk DPT yang dibuat pada tahun 2016 namun pada kenyataannya DPT 2016 tidak pernah dibuat. Kemudian, PT PLN dalam proses pengadaan selalu mengakomodir permintaan dari Aspatindo.
Sehingga mempengaruhi hasil pelelangan dan pelaksanaan pekerjaan yang dimonopoli oleh PT Bukaka.
“Karena Direktur Operasional PT Bukaka merangkap sebagai Ketua Aspatindo,” ujar Ketut.
Menurut Kapuspenkum, PT Bukaka dan 13 penyedia tower lainnya yang tergabung dalam Aspatindo telah melakukan pekerjaan dalam masa kontrak (Oktober 2016-Oktober 2017) dengan realisasi pekerjaan sebesar 30%.
Selanjutnya, pada periode November 2017 hingga Mei 2018, penyedia tower tetap melakukan pekerjaan pengadaan tower tanpa legal standing yang kondisi tersebut.
Penyedia tower lalu memaksa PT PLN melakukan addendum pekerjaan pada bulan Mei 2018 yang berisi perpanjangan waktu kontrak selama 1 tahun.
Kemudian, PT PLN dan penyedia tower melakukan adendum kedua untuk penambahan volume dari 9085 tower menjadi ±10.000 set tower
Sementara itu, ada perpanjangan waktu pekerjaan sampai dengan Maret 2019, karena dengan alasan pekerjaan belum selesai.
“Ditemukan tambahan alokasi sebanyak 3.000 set tower di luar kontrak dan addendum,” katanya. [Laporan: Syrudatin]
- Penulis :
- khaliedmalvino