
Pantau - Awal tahun 2023 Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo sudah diuji oleh kebijakan anggotanya. Disaat publik masih menyorot kasus pembunuhan Brgadir Yosua yang dilakukan oleh eks Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo, kini Korps Bhayangkara kembali disorot dua kasus kematian mahasiswa karena kecelakaan lalu lintas.
Pertama kasus kematian mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Suryakencana (Unsur) Cianjur, Selvi Amalia Nuraeni yang diduga melibatkan rombongan anggota Polri. Kasus ini terdapat dua versi cerita, yaitu versi keluarga korban dan versi Polisi.
Menurut keluarga, mobil yang menabrak Selvi yaitu mobil Toyota Innova warna hitam rombongan iring-iringan mobil Polisi. Sedangkan menurut Polres Cianjur, Selvi tewas ditabrak oleh mobil Audi A6 yang ditumpangi oleh istri siri Kompol D, seorang perwira menengah di Polda Metro Jaya.
Kasus tersebut saat ini masih terus bergulir.
Kemudian Polri kembali disorot terkait kasus tewasnya Hasya Attalah Syaputra, mahasiswa UI yang tewas ditabrak oleh pensiunan Polri AKBP Eko Setio Budi Wahono.
Yang menjadi polemik, Polisi justru menetapkan Hasya selaku korban sebagai tersangka. Polisi menilai Hasya lalai dalam berkendara.
"Kenapa dijadikan tersangka ini, dia kan yang menyebabkan, karena kelalaiannya jadi dia meninggal dunia," kata Dirlantas Polda Metro Jaya Kombes Latif Usman.
Peristiwa kecelakaan yang menewaskan Hasya terjadi di Jalan Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan pada 6 Oktober 2022 sekitar pukul 01.30 WIB. Latif menuturkan kecelakaan terjadi saat cuaca dalam kondisi hujan dan jalan licin.
Hasya disebut mengendarai sepeda motor dengan kecepatan 60 km/jam. Hal ini berdasarkan keterangan saksi yang merupakan teman Hasya.
"Jadi, temannya dia sendiri menerangkan bahwa pada saat itu tiba-tiba ada kendaraan di depannya (korban) mau belok ke kanan sehingga si korban melakukan pengereman mendadak," tutur Latif.
Kendaraan Hasya pun tergelincir akibat mengerem mendadak hingga berpindah ke lajur jalan yang berlawanan arah.
Di saat yang sama, AKBP Eko tengah mengendarai mobil di lajur tersebut. Saat itu, Eko disebut melaju dengan kecepatan 30 km/jam.
"Nah, Pak Eko dalam waktu ini sudah tidak bisa menghindari karena sudah dekat. Jadi, memang bukan terbentur dengan kendaraan Pajero, tapi jatuh ke kanan diterima oleh Pajero, sehingga terjadilah kecelakaan," ungkap Latif.
Ibu Hasya Dwi Syafiera Putri, mengungkapkan pernah menjalani mediasi yang digelar pihak kepolisian terkait kasus kecelakaan anaknya.
"Sudah ada beberapa kali mediasi, salah satunya mediasi yang diprakarsai oleh pihak kepolisian. Kami dipertemukan, maksudnya polisi dipertemukannya kami dengan pihak pelaku di Subdit Gakkum Pancoran," katanya.
Ira didampingi kuasa hukum keluarga HAS, Gita Paulina bersama lima orang lainnya saat itu. Namun, Ira mengatakan polisi memisahkannya dengan pihak kuasa hukum. Menurut dia, polisi sempat meminta damai dengan dalih posisi HAS lemah.
"Ada beberapa petinggi polisi, mohon maaf saya harus menyebutkan itu, meminta kami untuk berdamai. 'Udah Bu damai saja, karena posisi anak ibu sangat lemah'. Saya bilang kenapa? Saya bilang itu posisi anak saya meninggal dunia, kenapa jadi yang lemah, gimana dengan si pelaku yang nabrak ini?" ucap Ira.
Kritik datang dari anggota Komisi III Fraksi NasDem Taufik Basari. Taufik menyesalkan penanganan tidak profesional atas kasus tabrakan mengakibatkan Hasya meninggal. Menurut dia penetapan tersangka kepada Hasya tidak sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
"Penetapan korban sebagai tersangka itu tidak berempati pada duka yang dialami keluarga korban," kata Taufik, Senin (30/1/2023).
Hal senada juga disampaikan anggota Komisi III DPR, Arsul Sani. Ia mengkritik kepolisian karena menersangkakan orang yang telah meninggal dunia. Arsul menganggap polisi salah memaknai Pasal 77 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
"Apa tidak keliru secara hukum PMJ @TMCPoldaMetro tetapkan korban Hasya jadi tersangka lalu dihentikan penyidikannya? Saya tidak yakin ini cara yang benar memaknai Pasal 77 KUHP," cuit Arsul lewat akun Twitter @arsul_sani.
Arsul turut mencolek Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Menko Polhukam Mahfud MD, Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej, serta sejumlah pakar hukum pidana lain.
Kapolri Jenderal Listyo pernah berjanji dan meminta jajarannya untuk selalu mengedepankan rasa keadilan. Terutama setelah Polri ditimpa dua masalah besar, yaitu kasus Ferdy Sambo dan Mantan Kapolda Sumbar dan Irjen Teddy Minahasa terkait kasus narkoba.
Dalam HUT Bhayangkara ke-76 di Akademi Kepolisian, Semarang, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengakui bahwa institusi Polri saat ini masih belum sempurna dalam menjalankan tugas sehari-hari.
"Kami membenarkan bahwa Polri belum sempurna dalam melaksanakan tugas dan pengabdian kepada masyarakat, bangsa dan negara. Namun kami berjanji akan terus berbenah," kata Listyo.
Pidato itu disampaikan di hadapan Presiden Joko Widodo dan sejumlah pejabat negara lain.
Listyo menyebutkan Polri selalu mendengarkan setiap kritik dan saran yang diberikan masyarakat kepada institusinya.
Menurutnya, evaluasi diperlukan bagi Polri agar dapat terus mewujudkan transformasi organisasi menjadi lebih baik, sehingga Polri bisa semakin dekat dan dicintai masyarakat.
"Meskipun pahit, akan kami jadikan evaluasi untuk mewujudkan transformasi menuju Polri yang presisi," ujarnya.
Listyo berkomitmen untuk memegang amanah dan harapan masyarakat kepada Korps Bhayangkara dalam menjalankan tugas pokok dengan sebaik-baiknya.
Dalam hal ini meliputi pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, dan memberikan perlindungan serta pengayoman kepada masyarakat.
Adapun sejak awal menjabat sebagai Kapolri, Listyo mencanangkan reformasi Polri agar menjadi institusi yang lebih baik dan jauh dari kekerasan. Ia pun membuat slogan 'Presisi' yang merupakan akronim dari 'Prediktif, Responsibilitas, Transparansi dan Berkeadilan'.
Namun slogan itu dinilai belum terealisasi dengan baik.
Saat menjadi inspektur upacara peringatan Hari Bhayangkara di Akademi Kepolisian, Semarang, Senin (5/7/2022), Presiden Joko Widodo berpesan bahwa kecerobohan kecil personel Polri dapat merusak kepercayaan publik.
"Selain membaca survei, saya juga terus mengikuti pemberitaan di media konvensional dan media sosial. Setiap kecerobohan apapun di lapangan, sekecil apapun itu bisa merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi Polri. Oleh karena itu bekerjalah dengan hati-hati, bekerjalah dengan presisi," kata Jokowi dalam amanatnya.
Jokowi juga mengingatkan jajaran Polri bahwa rakyat selalu mengamati tindak-tanduk personel Polri. Jokowi mengatakan, ia dan seluruh rakyat Indonesia menaruh harapan besar kepada Polri karena kewenangan yang sangat besar. Ia menyebutkan, anggota Polri menembus hingga tingkat desa dan setiap harinya bersentuhan langsung dengan rakyat.
"Di mana pun saudara-saudara bertugas, saudara-saudara selalu dalam pengamatan rakyat, saudara-saudara selalu dalam penilaian rakyat, rakyat menilai apakah perilaku Polri sesuai dengan harapan rakyat," kata Jokowi.
Pertama kasus kematian mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Suryakencana (Unsur) Cianjur, Selvi Amalia Nuraeni yang diduga melibatkan rombongan anggota Polri. Kasus ini terdapat dua versi cerita, yaitu versi keluarga korban dan versi Polisi.
Menurut keluarga, mobil yang menabrak Selvi yaitu mobil Toyota Innova warna hitam rombongan iring-iringan mobil Polisi. Sedangkan menurut Polres Cianjur, Selvi tewas ditabrak oleh mobil Audi A6 yang ditumpangi oleh istri siri Kompol D, seorang perwira menengah di Polda Metro Jaya.
Kasus tersebut saat ini masih terus bergulir.
Kemudian Polri kembali disorot terkait kasus tewasnya Hasya Attalah Syaputra, mahasiswa UI yang tewas ditabrak oleh pensiunan Polri AKBP Eko Setio Budi Wahono.
Yang menjadi polemik, Polisi justru menetapkan Hasya selaku korban sebagai tersangka. Polisi menilai Hasya lalai dalam berkendara.
"Kenapa dijadikan tersangka ini, dia kan yang menyebabkan, karena kelalaiannya jadi dia meninggal dunia," kata Dirlantas Polda Metro Jaya Kombes Latif Usman.
Peristiwa kecelakaan yang menewaskan Hasya terjadi di Jalan Srengseng Sawah, Jagakarsa, Jakarta Selatan pada 6 Oktober 2022 sekitar pukul 01.30 WIB. Latif menuturkan kecelakaan terjadi saat cuaca dalam kondisi hujan dan jalan licin.
Hasya disebut mengendarai sepeda motor dengan kecepatan 60 km/jam. Hal ini berdasarkan keterangan saksi yang merupakan teman Hasya.
"Jadi, temannya dia sendiri menerangkan bahwa pada saat itu tiba-tiba ada kendaraan di depannya (korban) mau belok ke kanan sehingga si korban melakukan pengereman mendadak," tutur Latif.
Kendaraan Hasya pun tergelincir akibat mengerem mendadak hingga berpindah ke lajur jalan yang berlawanan arah.
Di saat yang sama, AKBP Eko tengah mengendarai mobil di lajur tersebut. Saat itu, Eko disebut melaju dengan kecepatan 30 km/jam.
"Nah, Pak Eko dalam waktu ini sudah tidak bisa menghindari karena sudah dekat. Jadi, memang bukan terbentur dengan kendaraan Pajero, tapi jatuh ke kanan diterima oleh Pajero, sehingga terjadilah kecelakaan," ungkap Latif.
Petinggi Polisi Minta Damai
Ibu Hasya Dwi Syafiera Putri, mengungkapkan pernah menjalani mediasi yang digelar pihak kepolisian terkait kasus kecelakaan anaknya.
"Sudah ada beberapa kali mediasi, salah satunya mediasi yang diprakarsai oleh pihak kepolisian. Kami dipertemukan, maksudnya polisi dipertemukannya kami dengan pihak pelaku di Subdit Gakkum Pancoran," katanya.
Ira didampingi kuasa hukum keluarga HAS, Gita Paulina bersama lima orang lainnya saat itu. Namun, Ira mengatakan polisi memisahkannya dengan pihak kuasa hukum. Menurut dia, polisi sempat meminta damai dengan dalih posisi HAS lemah.
"Ada beberapa petinggi polisi, mohon maaf saya harus menyebutkan itu, meminta kami untuk berdamai. 'Udah Bu damai saja, karena posisi anak ibu sangat lemah'. Saya bilang kenapa? Saya bilang itu posisi anak saya meninggal dunia, kenapa jadi yang lemah, gimana dengan si pelaku yang nabrak ini?" ucap Ira.
Kritik Anggota DPR
Kritik datang dari anggota Komisi III Fraksi NasDem Taufik Basari. Taufik menyesalkan penanganan tidak profesional atas kasus tabrakan mengakibatkan Hasya meninggal. Menurut dia penetapan tersangka kepada Hasya tidak sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
"Penetapan korban sebagai tersangka itu tidak berempati pada duka yang dialami keluarga korban," kata Taufik, Senin (30/1/2023).
Hal senada juga disampaikan anggota Komisi III DPR, Arsul Sani. Ia mengkritik kepolisian karena menersangkakan orang yang telah meninggal dunia. Arsul menganggap polisi salah memaknai Pasal 77 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
"Apa tidak keliru secara hukum PMJ @TMCPoldaMetro tetapkan korban Hasya jadi tersangka lalu dihentikan penyidikannya? Saya tidak yakin ini cara yang benar memaknai Pasal 77 KUHP," cuit Arsul lewat akun Twitter @arsul_sani.
Arsul turut mencolek Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo, Menko Polhukam Mahfud MD, Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej, serta sejumlah pakar hukum pidana lain.
Kapolri Minta Anggota Kedepankan Rasa Keadilan
Kapolri Jenderal Listyo pernah berjanji dan meminta jajarannya untuk selalu mengedepankan rasa keadilan. Terutama setelah Polri ditimpa dua masalah besar, yaitu kasus Ferdy Sambo dan Mantan Kapolda Sumbar dan Irjen Teddy Minahasa terkait kasus narkoba.
Dalam HUT Bhayangkara ke-76 di Akademi Kepolisian, Semarang, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengakui bahwa institusi Polri saat ini masih belum sempurna dalam menjalankan tugas sehari-hari.
"Kami membenarkan bahwa Polri belum sempurna dalam melaksanakan tugas dan pengabdian kepada masyarakat, bangsa dan negara. Namun kami berjanji akan terus berbenah," kata Listyo.
Pidato itu disampaikan di hadapan Presiden Joko Widodo dan sejumlah pejabat negara lain.
Listyo menyebutkan Polri selalu mendengarkan setiap kritik dan saran yang diberikan masyarakat kepada institusinya.
Menurutnya, evaluasi diperlukan bagi Polri agar dapat terus mewujudkan transformasi organisasi menjadi lebih baik, sehingga Polri bisa semakin dekat dan dicintai masyarakat.
"Meskipun pahit, akan kami jadikan evaluasi untuk mewujudkan transformasi menuju Polri yang presisi," ujarnya.
Listyo berkomitmen untuk memegang amanah dan harapan masyarakat kepada Korps Bhayangkara dalam menjalankan tugas pokok dengan sebaik-baiknya.
Dalam hal ini meliputi pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, dan memberikan perlindungan serta pengayoman kepada masyarakat.
Adapun sejak awal menjabat sebagai Kapolri, Listyo mencanangkan reformasi Polri agar menjadi institusi yang lebih baik dan jauh dari kekerasan. Ia pun membuat slogan 'Presisi' yang merupakan akronim dari 'Prediktif, Responsibilitas, Transparansi dan Berkeadilan'.
Namun slogan itu dinilai belum terealisasi dengan baik.
Presiden Jokowi Ingatkan Polri
Saat menjadi inspektur upacara peringatan Hari Bhayangkara di Akademi Kepolisian, Semarang, Senin (5/7/2022), Presiden Joko Widodo berpesan bahwa kecerobohan kecil personel Polri dapat merusak kepercayaan publik.
"Selain membaca survei, saya juga terus mengikuti pemberitaan di media konvensional dan media sosial. Setiap kecerobohan apapun di lapangan, sekecil apapun itu bisa merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi Polri. Oleh karena itu bekerjalah dengan hati-hati, bekerjalah dengan presisi," kata Jokowi dalam amanatnya.
Jokowi juga mengingatkan jajaran Polri bahwa rakyat selalu mengamati tindak-tanduk personel Polri. Jokowi mengatakan, ia dan seluruh rakyat Indonesia menaruh harapan besar kepada Polri karena kewenangan yang sangat besar. Ia menyebutkan, anggota Polri menembus hingga tingkat desa dan setiap harinya bersentuhan langsung dengan rakyat.
"Di mana pun saudara-saudara bertugas, saudara-saudara selalu dalam pengamatan rakyat, saudara-saudara selalu dalam penilaian rakyat, rakyat menilai apakah perilaku Polri sesuai dengan harapan rakyat," kata Jokowi.
- Penulis :
- Fadly Zikry