billboard mobile
Pantau Flash
HOME  ⁄  Hukum

Eks Dirjen Migas ESDM Diperiksa KPK Hari Ini Terkait Korupsi LNG Pertamina

Oleh Sofian Faiq
SHARE   :

Eks Dirjen Migas ESDM Diperiksa KPK Hari Ini Terkait Korupsi LNG Pertamina
Foto: Gedung KPK - (Dok.Pantau.com)

Pantau - Tim penyidik KPK hari ini memanggil mantan Dirjen Migas Kementerian ESDM Evita Herawati Legowo sebagai saksi terkait kasus korupsi liquefied natural gas (LNG) atau gas alam cair di PT Pertamina tahun 2011-2021 yang merugikan negara Rp2,1 triliun.

"Hari ini bertempat di gedung Merah Putih KPK, tim penyidik menjadwalkan pemanggilan dan pemeriksaan saksi-saksi," ungkap Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Rabu (20/9/2023).

Diketahui Evita pernah menjabat sebagai Dirjen Migas Kementerian ESDM periode 2008-2011. Dia juga menjabat sebagai Komisaris di Pertamina periode 2010-2013.

Evita akan diperiksa sebagai saksi untuk mantan Dirut PT Pertamina Karen Agustiawan yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka. Selain Evita, tim penyidik juga memanggil Direktur SDM Elvita M. Tagor sebagai saksi.

Diberitakan sebelumnya, Ketua KPK Firli Bahuri menjelaskan kasus ini diawali dari rencana pengadaan LNG yang dilakukan oleh Pertamina tahun 2012. Wacana tersebut dipilih kala itu sebagai upaya mengatasi defisit gas di Indonesia.

Lalu Karen menjalin kerja sama dengan sejumlah produsen dan suplier LNG yang berada di luar negeri. Salah satu perusahaan yang ditunjuk ialah Corpus Christi Liquefacition (CCL) LLC Amerika Serikat.

Penunjukan kerja sama dengan CCL tersebut dinilai bermasalah. KPK menduga keputusan yang diambil Karen saat itu sepihak tanpa adanya kajian yang utuh.

"GKK alias KA secara sepihak langsung memutuskan untuk melakukan kontrak perjanjian perusahaan CCL tanpa melakukan kajian hingga analisis menyeluruh dan tidak melaporkan pada Dewan Komisaris PT Pertamina Persero," kata Firli di KPK, Jakarta Selatan, Selasa (19/9).

"Selain itu pelaporan untuk menjadi bahasan di lingkup Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dalam hal ini pemerintah tidak dilakukan sama sekali sehingga tindakan GKK alias KA tidak mendapatkan restu dari persetujuan pemerintah saat itu," sambung Firli.

Kebijakan yang diambil Karen itu kemudian mengakibatkan kerugian negara. Kerugian itu berupa LNG yang telah dibeli dari CCL LLC Amerika Serikat tidak terserap di pasar domestik hingga menjadi oversupply.

Dia menambahkan, akibat kelebihan pasokan itu LNG yang telah dibeli kemudian dijual dengan harga murah sehingga menimbulkan kerugian.

"Dari perbuatan GKK alias KA menimbulkan dan mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar USD 140 juta yang ekuivalen dengan Rp 2,1 triliun," imbuh Firli.

Penulis :
Sofian Faiq
Editor :
Sofian Faiq