Pantau Flash
HOME  ⁄  Hukum

KPK Sebut Kasus Lukas Enembe Tak Dapat Dilanjutkan Jika Meninggal Dunia: Berdasarkan Pasal 77 KUHP

Oleh Ahmad Ryansyah
SHARE   :

KPK Sebut Kasus Lukas Enembe Tak Dapat Dilanjutkan Jika Meninggal Dunia: Berdasarkan Pasal 77 KUHP
Foto: Wakil Ketua KPK Johanis Tamak

Pantau - Wakil Ketua KPK Johanis Tanak berbicara terkait kasus korupsi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) mantan Gubernur Papua Lukas Enembe, yang telah meninggal dunia. Tanak menyebut kasus itu tidak dapat dilanjutkan.

"Kelanjutan kasus Enembe ini berdasarkan Pasal 77 KUHP, apabila seorang itu meninggal dunia, itu tidak dapat lagi dipertanggungjawabkan," kata Tanak dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK. Jakarta, Selasa (16/1/2024).

Tanak menerangkan negara masih mempunyai hak menuntut ganti rugi keuangan negara melalui gugatan perdata. Akan tetapi, kata Tanak, kasus ini belum ada kepastian hukum karena Lukas Enembe meninggal dunia saat kasusnya tengah diputus di tingkat Pengadilan Tinggi Jakarta dan belum ada langkah mengajukan kasasi.

"Tetapi di dalam UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diatur Pasal 33, 34 dan 38, dalam konteks misalnya meninggal dunia, maka apabila ada kerugian keuangan yang dapat diperhitungkan, itu akan diajukan gugatan ke pengadilan. Tapi dalam konteks perkaranya Pak Enembe ini, dia sudah meninggal pada saat kasus diputus di Pengadilan Tinggi," kata Tanak.

KPK, kata Tanak, akan meminta fatwa Mahkamah Agung (MA) terkait kasus Lukas Enembe ini apakah bisa dianggap berkekuatan hukum tetap (inkrah) atau tidak. Bila belum inkrah, kata Tanak, KPK akan menyerahkan dokumen perkara ke lembaga yang dirugikan atau ke Kejaksaan untuk digugat secara perdata.

"Kita akan mencoba meminta fatwa (ke Mahkamah Agung) sebaiknya bagaimana, apakah itu dianggap sudah inkrah? Kalau sudah inkrah tentu kita melaksanakan sesuai dengan amar putusan," katanya.

"Tetapi kalau itu belum inkrah, maka kita akan menyerahkan semua dokumen berkas perkara kepada lembaga yang dirugikan atau kepada kejaksaan, untuk selanjutnya digugat secara keperdataan agar pengembalian keuangan negara dapat dilakukan, karena korupsi terkait kerugian keuangan negara," imbuhnya.

Penulis :
Ahmad Ryansyah