
Pantau - Skandal demurrage atau denda impor beras sebesar Rp294,5 miliar yang menimpa Perum Bulog diduga melibatkan oligarki.
Akademisi dari Universitas Islam Syekh Yusuf (UNIS), Adib Miftahul menilai, sikap Perum Bulog yang mengklaim transparansi terkait lelang impor beras terkesan mencurigakan dan mungkin dikendalikan oleh oligarki.
“Jangan-jangan ada upaya sistematis dan terstruktur yang dikendalikan oleh oligarki. Saya lebih sering menyebutnya mafia impor beras. Makanya, ini harus dikaji ulang, jangan-jangan ada mafia impor beras di dalam,” kata Adib kepada wartawan, Kamis (25/7/2024).
Adib juga mengkritik klaim transparansi dari Bulog, yang dinilai bertentangan dengan temuan Tim Review Kegiatan Pengadaan Beras Luar Negeri.
Ia menyampaikan, temuan tersebut menunjukkan bahwa dokumen impor beras tidak proper dan tidak lengkap, yang akhirnya menyebabkan biaya demurrage sebesar Rp294,5 miliar.
“Perlu melakukan pendalaman dan mengkaji ulang bagaimana sistem mekanisme impor beras ini. Sebab patut diduga ada sesuatu yang diatur untuk menarik keuntungan yang menyebabkan tata kelola berantakan,” lanjut Adib.
Adib juga menyoroti bahwa masalah impor beras selalu terjadi berulang kali, terutama saat musim panen petani.
“Hal ini menunjukkan bahwa tata kelola impor beras bermasalah,” pungkasnya.
Di sisi lain, Dirut Perum Bulog, Bayu Krisnamurthi, sebelumnya menjelaskan mekanisme lelang impor yang dijalankan untuk membantah isu penggelembungan harga impor beras.
Bayu menyebut, mekanisme lelang diawali dengan pengumuman terbuka bahwa Perum Bulog akan membeli sejumlah beras.
“Biasanya, peminat lelang yang mendaftar bisa mencapai 80 hingga 100 perusahaan. Namun, jumlah ini biasanya berkurang karena beberapa perusahaan mundur akibat persyaratan ketat,” ungkapnya.
- Penulis :
- Aditya Andreas