
Pantau - Rencana kunjungan Presiden Palestina Mahmoud Abbas ke Gaza pada “saat yang kritis”, memberikan kesempatan bagi faksi-faksi Palestina untuk mengesampingkan sejumlah perbedaan demi masa depan Jalur Gaza, demikain disampaikan Asisten Profesor Kebijakan Publik Institut Studi Pascasarjana Doha, Tamer Qarmout.
“Hamas sendiri tidak dapat membangun kembali atau bertahan sebagai satu-satunya partai yang berkuasa di Gaza,” kata Qarmout kepada Aljazeera, seraya menambahkan bahwa sudah saatnya faksi-faksi politik yang saling berseteru di Palestina ‘duduk bersama’.
Hamas dan Fatah, yang dipimpin Abbas, harus “setidaknya menyepakati Otoritas Palestina bersatu yang diberdayakan dan didelegasikan untuk menjalankan Gaza” dan memiliki legitimasi internasional, kata Qarmout.
Dengan melakukan hal itu, katanya, akan menghalangi rencana Israel untuk menciptakan “struktur pemerintahan paralel [di Gaza] yang dikendalikan oleh Israel dan bukan oleh Palestina”.
Baca juga: Beda Perspektif Hamas-Fatah soal Genosida Israel di Palestina
Peneliti Globalingua Study Center (GSC) Syekh Samir Basim Arfan Azzuhri menuturkan, dua faksi politik Palestina, yakni Hamas dan Fatah mempunyai perbedaan keragaman dalam hal memandang Israel sebagai kawan dan lawan.
Syekh Samir Basim menilai, Hamas lebih konsisten dalam menentang aksi genosida Israel di tanah Palestina. Menurutnya, Hamas mengetahui kapan diplomasi damai dan membela diri dengan memerangi Zionis Israel.
Sementara Fatah, kata alumnus Leiden University, Belanda ini, hanya ingin diplomasi damai dan sebatas mengecam aksi genosida Israel.
"Contohnya dalam Pemilu 2009, Hamas dan Fatah mau ikut Pemilu. Tetapi, setelah Hamas menang telak hampir 80 persen, Fatah malah minta bantuan Amerika Serikat (AS) dan Israel untuk menyatakan Pemilu curang," ungkap Syekh Samir Basim saat dihubungi Pantau.com, Rabu (24/7/2024).
"Lalu terjadilah penolakan dari mereka, bahkan Hamas dan rakyat Gaza digempur habis-habisan. Maka, terjadilah aksi genosida bermacam-macam pada 2009 itu, salah satunya tragedi kapal kemanusiaan Turki Mavi Marmara yang dihabisi Israel dan AS," sambungnya.
Sumber: Aljazeera
- Penulis :
- Khalied Malvino