
Pantau - Jerman menegaskan bahwa pihaknya kembali mendeportasi para terpidana kasus kriminal berkewarganegaraan Afghanistan ke negara asalnya pada Jumat (30/8/2024), beberapa hari sebelum Pemilu regional yang menjadikan migrasi sebagai salah satu isu kampanye.
Berlin sempat menghentikan repatriasi warga ke Afghanistan lantaran masalah hak asasi manusia (HAM) setelah Taliban mengambil alih kekuasaan pada 2021.
Tekanan kian meningkat terhadap pemerintah koalisi untuk mencabut sanksi itu, setelah terjadi penikaman fatal terkait ISIS di sebuah festival di kota itu sepekan lalu, dan serangan pisau lainnya pada Juni lalu saat pria Afghanistan membunuh polisi Jerman.
Pemerintah, yang pada Kamis (29/8/2024) mengumumkan paket kebijakan untuk memperketat kebijakan suaka dan mendorong percepatan deportasi, memperhatikan Pemilu pada Minggu di negara bagian Saxony dan Thuringia di bagian timur Jerman.
Partai sayap kanan Alternative for Germany (AfD) unggul dalam jajak pendapat dengan sikap anti-imigrasinya.
Majalah Spiegel pertama kali melaporkan bahwa satu penerbangan tujuan Kabul lepas landas dari Leipzig pada Jumat (30/8/2024) pagi dengan membawa 28 narapidana di dalamnya setelah berbulan-bulan melakukan perundingan tersembunyi dengan mediator Qatar.
“Saya telah mengumumkan bahwa kami juga akan mendeportasi para penjahat ke Afghanistan. Kami telah mempersiapkan hal ini dengan hati-hati tanpa banyak membicarakannya,” ungkap Kanselir Jerman Olaf Scholz dalam jumpa pers di lokasi tambang di Sachsen.
Wakil Kanselir Robert Habeck menyatakan kepada Reuters bahwa hak untuk mendapatkan suaka di Jerman harus tetap dijaga.
Dalam sebuah pernyataan, pemerintah menyampaikan terima kasih kepada “ para mitra regional utama” atas keterlibatannya dan mengatakan bahwa pihaknya sedang mengupayakan lebih banyak lagi deportasi. Pemerintah tak memerinci siapa saja para mitra yang dimaksud.
Bernegosiasi langsung dengan Taliban, yang beberapa pejabatnya berada di bawah sanksi internasional, merupakan hal yang sulit.
LSM Jerman ProAsyl, yang memberikan bantuan hukum dan teknis kepada para pencari suaka, mengemukakan deportasi pekan lalu bisa menjadi bagian dari normalisasi rezim Taliban yang tak bertanggungjawab.
“Ini adalah pernyataan kepailitan bagi negara konstitusional,” ujar juru bicara Kebijakan Pengungsi ProAsyl, Tareq Alaows, dalam sebuah pernyataan.
Salah satu juru bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Jerman menuturkan, pemerintah tak akan menormalisasikan komunikasi dengan Taliban. Ditegaskannya, deportasi itu bukanlah tindakan untuk melakukannya.
Selain Afghanistan, Berlin juga berupaya mendeportasi orang-orang yang telah melakukan kejahatan serius atau dianggap sebagai ancaman teroris ke Suriah.
Deportasi ke Suriah juga dilarang di Jerman, namun pada Juli 2024, pengadilan yang berbasis di kota Muenster di bagian barat Jerman memutuskan, tak lagi melihat adanya bahaya perang saudara yang mengancam para pencari suaka dari Suriah.
Jumlah pencari suaka di Jerman turun 19,7 persen dalam 7 bulan pertama tahun 2024 dibandingkan dengan tahun sebelumnya menjadi 140.783 permohonan, dengan kelompok pemohon terbesar berasal dari Suriah sebanyak 44.191 permohonan, dan Afghanistan dengan jumlah 22.698 permohonan.
Beberapa pendapat berbalik menentang deportasi pada 2018 setelah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Jerman menekankan telah mendeportasi 69 warga Afghanistan pada HUT ke-69 Jerman. Salah satu di antaranya, pengungsi Afghanistan berusia 23 tahun, bunuh diri setibanya di Kabul.
Sumber: Reuters
- Penulis :
- Khalied Malvino