
Pantau - Mohammed Abu Tawila, seorang insinyur Palestina, kini terbaring lemah di rumah sakit, tubuhnya penuh luka bakar, wajahnya tak lagi utuh.
Baca juga:
Korban Tewas di Gaza Tembus 48.348, Militer Israel Masih Langgar Gencatan
Mata kirinya hilang, bahkan kulitnya terbakar akibat paparan zat kimia berbahaya. Semua ini terjadi bukan karena kecelakaan, tetapi akibat penyiksaan brutal yang ia alami selama setahun dalam tahanan Israel.
Abu Tawila ditangkap saat agresi Israel di Gaza. Ia bukan pejuang bersenjata, bukan ancaman, hanya seorang warga yang ditangkap tanpa alasan jelas.
Di dalam penjara, ia diperlakukan dengan kejam. Tubuhnya disetrum berkali-kali, air bertekanan tinggi disemprotkan ke tubuhnya hingga ia kesulitan bernapas, dan yang paling mengerikan, kulitnya terbakar akibat paparan zat kimia yang tak diketahui.
Ketika akhirnya ia dibebaskan, kondisinya sangat mengenaskan. Ia dipaksa berjalan dalam keadaan telanjang, tangannya diborgol erat, dan tubuhnya sudah nyaris tak berdaya. Kala tiba di perbatasan Karem Abu Salem (Kerem Shalom), ia hampir tak bisa berdiri.
Baca juga:
Tiga Warga Palestina di Tepi Barat Tewas Ditembak Militer Israel
Dokter yang merawatnya mengatakan luka fisiknya sangat parah, namun trauma psikologis yang dialaminya jauh lebih dalam.
"Ini bukan sekadar luka di tubuh, ini luka di jiwa," ungkap seorang tenaga medis yang menangani Abu Tawila.
Penjara Sde Teiman: Neraka bagi Tahanan Palestina
Abu Tawila hanyalah satu dari ratusan warga Palestina yang mengalami penyiksaan serupa di Penjara Sde Teiman, salah satu pusat penahanan di Israel yang terkenal dengan kebrutalannya.
Menurut laporan The New York Times, tahanan di sana dipaksa duduk di tanah selama 18 jam sehari dalam keadaan diborgol dan ditutup matanya. Mereka dibiarkan dalam kondisi terbuka, terpapar cuaca ekstrem, dan mengalami interogasi penuh kekerasan.
Setidaknya 36 tahanan Palestina telah meninggal di Penjara Sde Teiman akibat penyiksaan. Para mantan tahanan yang selamat menggambarkan tempat itu sebagai neraka yang nyata, tempat di mana kemanusiaan tidak lagi berarti.
Baca juga:
UNICEF: Kekerasan terhadap Anak di Tepi Barat Meningkat Drastis
Seruan untuk Evakuasi Medis
Kini, layanan kesehatan di Gaza nyaris lumpuh akibat serangan yang terus berlangsung. Dokter di rumah sakit tempat Abu Tawila dirawat telah meminta bantuan organisasi internasional
Pasalnya, bantuan ini agar Abu Tawila bisa dievakuasi ke luar negeri untuk mendapatkan perawatan yang lebih baik. Namun, hingga kini, belum ada kepastian apakah ia bisa meninggalkan Gaza sebelum kondisinya semakin memburuk.
Penyiksaan yang dialami Abu Tawila bukan hanya tragedi pribadi, melainkan juga cerminan dari penderitaan rakyat Palestina yang terus berlangsung.
Ini adalah kisah tentang ketidakadilan, tentang bagaimana seseorang bisa kehilangan segalanya hanya karena lahir di tempat yang salah. Dunia mungkin bisa berpaling, namun luka-luka Abu Tawila tetap menjadi bukti kemanusiaan sedang diuji. ANADOLU
- Penulis :
- Khalied Malvino