
Pantau - Kashmir kembali bergejolak setelah sekelompok orang bersenjata menyerang wisatawan di Pahalgam pada 22 April 2025, menyebabkan sedikitnya 26 orang meninggal dunia.
Serangan dan Respon Internasional
Serangan tersebut mendapat kecaman luas, termasuk dari Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres yang mengutuk keras insiden tersebut dan menyatakan bahwa serangan terhadap warga sipil tidak dapat diterima dalam kondisi apa pun.
Aksi ini semakin meningkatkan ketegangan antara India dan Pakistan.
Kantor berita Anadolu melaporkan bahwa India menangguhkan Perjanjian Air Indus (Indus Waters Treaty/IWT) sebagai respons atas insiden tersebut.
Implikasi Penangguhan Perjanjian Air
IWT mengatur pembagian air dari enam sungai di kawasan Sungai Indus, di mana India mendapat alokasi untuk tiga sungai timur (Ravi, Beas, Sutlej), sedangkan Pakistan memperoleh 80 persen dari tiga sungai barat (Indus, Jhelum, Chenab).
Menurut BBC, keputusan penangguhan ini merupakan reaksi India terhadap tuduhan bahwa Pakistan mendukung terorisme lintas batas, tuduhan yang dibantah Islamabad.
Pakistan mengecam keputusan India sebagai "sembrono" dan memperingatkan bahwa pengalihan atau penghentian aliran air akan dianggap sebagai "tindakan perang".
Pakistan juga menegaskan bahwa IWT, yang ditandatangani pada 1960, tidak memiliki mekanisme hukum untuk penangguhan sepihak.
Ancaman Krisis Air dan Ketegangan Global
Perselisihan terkait air di kawasan Indus telah berlangsung selama bertahun-tahun, diperburuk oleh proyek-proyek pembangkit listrik tenaga air (PLTA) India yang dinilai Pakistan melanggar ketentuan IWT.
India beberapa kali menyerukan peninjauan ulang IWT untuk menyesuaikan dengan kebutuhan baru akibat perubahan iklim dan pertumbuhan populasi.
Biasanya, perselisihan air diselesaikan melalui mediasi internasional, namun ini merupakan pertama kalinya ada rencana penangguhan sepihak.
BBC mengungkapkan bahwa meski secara infrastruktur India belum mampu sepenuhnya menahan aliran air sungai barat saat debit tinggi, pembangunan fasilitas baru bisa berdampak besar saat musim kemarau.
Air sebagai Faktor Konflik Modern
Sejarah menunjukkan bahwa kelangkaan air sering memicu ketegangan, seperti konflik di Darfur, Suriah, dan peristiwa Perang Enam Hari 1967.
Krisis air akibat kekeringan juga menjadi faktor pendorong keresahan sosial dan politik yang berujung pada konflik besar.
Kondisi serupa kini mengancam India dan Pakistan, apalagi perubahan iklim mempercepat pencairan gletser Himalaya, memperburuk risiko kelangkaan air di masa depan.
Solusi yang Diperlukan untuk Perdamaian
Diperlukan penguatan atau perundingan ulang atas IWT untuk memasukkan ketahanan iklim, respons bencana, protokol infrastruktur baru, dan badan pengawas multilateral.
Transparansi data air melalui sensor dan satelit dengan pengawasan internasional juga menjadi krusial.
Dialog aktif dan proyek infrastruktur kolaboratif perlu dikedepankan untuk membangun pola pikir kerja sama, bukan persaingan.
Komisi independen yang menilai proyek air dan mendorong solusi teknis atas politisasi sangat diperlukan.
Lembaga internasional diharapkan mendorong pengelolaan air berbasis kerja sama dan perdamaian, dengan tambahan dukungan dana pembangunan dan bantuan iklim.
Semua pihak diharapkan memilih jalur kebijaksanaan, kerja sama, dan visi jangka panjang untuk menjaga perdamaian dunia melalui pengelolaan sumber daya air yang bijak.
- Penulis :
- Gian Barani