Pantau Flash
HOME  ⁄  Internasional

Selama 2018: Kematian Wartawan di Daerah Konflik Menurun Tajam, Namun...

Oleh Widji Ananta
SHARE   :

Selama 2018: Kematian Wartawan di Daerah Konflik Menurun Tajam, Namun...

Pantau.com - Profesi wartawan kian menghadapi bahaya yang semakin membesar setelah menjadi target pembunuhan. Bahkan parahnya, hal itu terjadi setelah resiko kematian akibat perang dan konflik menurun.

Komite Perlindungan Wartawan mengatakan, 34 dari 53 wartawan yang tewas dalam tugas 'dipilih untuk dibunuh' selama tahun 2018.

"Jumlah jurnalis yang menjadi sasaran pembunuhan sebagai pembalasan atas pemberitaan mereka hampir berlipat ganda pada 2018 dari tahun sebelumnya, meningkatkan jumlah keseluruhan wartawan yang tewas dalam pekerjaan itu," kata kelompok pengawas yang berbasis di New York itu, seperti dikutip dari AFP, Kamis (20/12/2018).

Baca juga: PEC: Selama 2018, 113 Wartawan Tewas

Laporan itu tentu menjadi keprihatinan bagi dunia internasional. Dalam laporan serupa minggu ini dari Reporters Without Borders yang berbasis di Paris, menemukan 80 wartwan tewas. Kematian tersebut mencakup blogger, jurnalis freelence, dan pekerja media.

Kedua laporan mengutip peningkatan yang mengkhawatirkan dalam pembalasan terhadap wartawan. Seperti disorot CPJ sebagai pembunuhan mengerikan. Teranyar adalah, kematian dari kolumnis Washington Post Jamal Khashoggi, yang dibunuh saat menyambangi kantor konsulat Arab Saudi di Turki. 

Laporan CPJ mengatakan, jumlah total wartawan yang tewas dalam tugas mencapai tingkat tertinggi dalam tiga tahun, jumlah yang tewas dalam konflik jatuh ke titik terendah sejak 2011.

"Totalnya naik dari 47 tewas pada tahun 2017, 18 di antaranya "menunjuk untuk pembunuhan," kata CPJ.

"Afghanistan, di mana ekstremis telah meningkatkan serangan yang disengaja pada wartawan, adalah negara paling mematikan dan menyumbang banyak peningkatan," kata laporan itu.

Fotografer utama AFP di Afghanistan, Shah Marai, termasuk di antara 25 orang yang tewas bersama dengan delapan wartawan lainnya, dalam serangan bom pada bulan April.

Kurangnya kepemimpinan internasional pada hak-hak dan keamanan wartawan jelas menjadi benang merah dari semakin berbahayanya profesi wartawan.

Baca juga: Pantau Sorot: Pembunuhan Khashoggi, Awal Kehancuran Mohammed bin Salman?

"Kepala negara yang paling vokal dalam kasus Khashoggi adalah Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, yang pemerintahnya efektif menutup media independen dan memenjarakan lebih banyak jurnalis daripada yang lain di seluruh dunia selama tiga tahun berturut-turut," kata laporan CPJ Elana Beiser.

"Gedung Putih, yang secara tradisional merupakan pembela kuat dari kebebasan pers global, telah mengingkari tuduhan atas pembunuhan Khashoggi ... Pada dasarnya, (Presiden AS Donald) Trump mengisyaratkan bahwa negara-negara yang melakukan bisnis yang cukup dengan Amerika Serikat bebas untuk membunuh wartawan tanpa konsekuensi."

CPJ mengatakan sedang menyelidiki pembunuhan 23 wartawan lain pada tahun 2018, tetapi sejauh ini belum dikonfirmasi bahwa kematian terkait dengan pekerjaan mereka.

Penulis :
Widji Ananta