
Pantau - Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) selama sepuluh hari melanda Provinsi Latakia, Suriah barat laut, menghanguskan lebih dari 15.000 hektare lahan dan memaksa puluhan keluarga mengungsi serta ribuan lainnya kehilangan mata pencaharian.
Desa Luluh Lantak, Petani dan Peternak Kehilangan Segalanya
Rifaat Ismail, seorang petani dari Desa Beit Awan, menjadi salah satu korban terdampak paling parah.
"Kami kehilangan segalanya. Api melahap semuanya, seperti zucchini, mentimun, tomat, paprika, pohon zaitun, pohon lemon. Tidak ada yang tersisa," ungkapnya.
Meskipun rumahnya selamat, seluruh lahan pertanian dan peralatan milik Rifaat rusak total.
"Kerusakannya sangat besar. Kerugian ini tidak bisa diganti," ujarnya.
Sepupunya, Ali Ismail, seorang peternak lebah, kehilangan 48 sarang lebah yang hangus terbakar.
"Lebah-lebah lainnya menyelamatkan diri karena asap... Ini adalah satu-satunya mata pencaharian kami. Itulah mengapa kami mempertahankan sarang lebah hingga nafas terakhir, bahkan dengan mempertaruhkan nyawa kami sendiri," katanya.
Ledakan besar juga terjadi pada Jumat (11/7), diduga berasal dari bahan peledak yang belum meledak, memperburuk situasi dan meningkatkan bahaya bagi warga.
Rifaat memohon bantuan kepada otoritas Suriah dan komunitas internasional.
"Kami memohon kepada pemerintah Suriah dan masyarakat internasional untuk mendukung kami agar kami dapat tetap tinggal di desa kami dan mulai menanam kembali dari awal," pintanya.
Respons Internasional dan Upaya Pemadaman
Karhutla menyebabkan kerugian bukan hanya dari sisi ekonomi—yang diperkirakan mencapai 50–70 juta dolar AS—namun juga dari sisi ekologi yang tak ternilai.
"Lihatlah hutan-hutan ini. Beberapa di antaranya berusia ratusan, bahkan ribuan tahun. Ini adalah kerugian yang tidak dapat dipulihkan dengan uang," ujar Ali.
Rekaman drone menunjukkan kepulan asap tebal dan kobaran api menghancurkan hutan pinus tua, sementara warga dan petugas pemadam kebakaran berjuang membuat sekat api.
Kepala Pertahanan Sipil Latakia, Abdel Kafi Kayyal, menyampaikan bahwa bantuan dari berbagai provinsi telah berdatangan.
Lebih dari 150 tim pemadam kebakaran dan 300 kendaraan dikerahkan di zona kritis, didukung alat berat untuk membentuk sekat api.
Tim internasional dari Turki, Yordania, Lebanon, dan Qatar turut membantu, termasuk 16 pesawat pemadam yang beroperasi dari udara.
Delegasi Uni Eropa juga mengaktifkan layanan satelit Copernicus untuk memetakan area terdampak dan menjajaki bantuan melalui Mekanisme Perlindungan Sipil UE.
Di tengah kehancuran, para imam dan jemaah di masjid-masjid berdoa bagi keselamatan warga dan kelestarian alam yang hilang.
"Pohon-pohon kami adalah sumber oksigen kami. Mereka menyuplai makanan bagi anak-anak kami. Kini, semuanya telah lenyap," keluh seorang warga.
"Apa lagi yang bisa kami lakukan selain memulai dari awal?"
- Penulis :
- Ahmad Yusuf