Pantau Flash
HOME  ⁄  Internasional

Presiden Suriah Terima Dukungan dari Turki, Arab Saudi, dan Qatar di Tengah Krisis dan Serangan Israel

Oleh Leon Weldrick
SHARE   :

Presiden Suriah Terima Dukungan dari Turki, Arab Saudi, dan Qatar di Tengah Krisis dan Serangan Israel
Foto: Arsip - Presiden Suriah, Ahmed al-Sharaa (sumber: Anadolu)

Pantau - Presiden Suriah Ahmed al-Sharaa menerima panggilan telepon dari Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman, dan Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al Thani pada Kamis, 17 Juli 2025.

Ketiga pemimpin kawasan tersebut menyampaikan solidaritas penuh terhadap Suriah dan menegaskan penolakan terhadap segala bentuk campur tangan asing dalam urusan dalam negeri negara tersebut.

Mereka juga mengecam serangan udara Israel yang terus berulang terhadap wilayah Suriah, menyebutnya sebagai "eskalasi berbahaya yang mengancam stabilitas kawasan dan dapat memicu kekacauan lebih lanjut", ungkap kantor kepresidenan Suriah.

Ketiganya menegaskan pentingnya menjaga persatuan dan keutuhan wilayah Suriah serta mendukung pelaksanaan kedaulatan penuh oleh pemerintah Suriah atas seluruh wilayah negara.

Para pemimpin tersebut menyoroti bahwa pemulihan keamanan dan stabilitas nasional merupakan prioritas utama demi kesejahteraan seluruh warga Suriah.

Serangan Israel dan Ketegangan di Selatan Suriah

Pernyataan solidaritas dari pemimpin Turki, Arab Saudi, dan Qatar datang sehari setelah serangan udara Israel yang menargetkan lebih dari 160 sasaran di empat wilayah Suriah: Suwayda, Daraa, Damaskus, dan pinggiran Damaskus.

Serangan tersebut menyebabkan tiga orang tewas dan 34 orang lainnya terluka di Damaskus saja.

Israel mengklaim bahwa serangan ini ditujukan untuk "melindungi komunitas Druze", terutama di wilayah selatan Suriah yang sedang bergolak.

Namun, sebagian besar pemimpin komunitas Druze di Suriah secara terbuka menolak campur tangan asing dan kembali menegaskan komitmen terhadap kesatuan negara.

Ketegangan di wilayah selatan meningkat sejak bentrokan antara suku Arab Badui dan kelompok bersenjata Druze di Suwayda pada 13 Juni 2025.

Bentrokan memuncak dalam serangan mematikan dari kelompok Druze terhadap pasukan keamanan Suriah, yang mengakibatkan puluhan tentara tewas.

Upaya gencatan senjata sempat dilakukan antara faksi lokal dan pasukan pemerintah, namun tidak bertahan lama sebelum serangan Israel kembali terjadi.

Komitmen Pemerintah Transisi Suriah

Presiden Ahmed al-Sharaa menyampaikan terima kasih atas dukungan Turki, Arab Saudi, dan Qatar selama masa yang ia sebut sebagai periode krisis nasional bagi Suriah.

"Saya ingin menegaskan bahwa pemerintah Suriah akan terus melindungi semua elemen masyarakat, termasuk hak dan keamanan setiap kelompok agama dan etnis," ungkapnya.

Ia menambahkan bahwa gejolak yang terjadi saat ini merupakan dampak langsung dari penyebaran senjata dan campur tangan asing yang merusak stabilitas nasional.

Pemerintahnya, menurut al-Sharaa, tetap berkomitmen untuk menindak siapa pun yang melanggar hukum dan menolak tunduk pada otoritas negara demi menjaga persatuan nasional serta melindungi martabat dan keselamatan seluruh warga Suriah.

Sejak jatuhnya rezim Bashar al-Assad pada Desember 2024, Israel telah meningkatkan frekuensi serangan udaranya ke wilayah Suriah.

Israel juga menyatakan bahwa zona penyangga antara kedua negara tidak lagi berlaku dan Perjanjian Pemisahan 1974 dianggap sudah tidak relevan.

Setelah Assad melarikan diri ke Rusia, Partai Baath yang telah berkuasa sejak 1963 kehilangan kekuasaannya, dan pemerintahan transisi di bawah Presiden Ahmed al-Sharaa dibentuk pada Januari 2025.

Sumber: Anadolu

Penulis :
Leon Weldrick