
Pantau - Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres menyampaikan laporan terbaru mengenai percepatan transisi menuju energi bersih, yang menunjukkan kemajuan signifikan secara global sejak disepakatinya Persetujuan Paris.
Laporan tersebut diluncurkan pada Selasa di Markas Besar PBB, New York, dalam pidato berjudul "A Moment of Opportunity: Supercharging the New Energy Era", dan disusun bersama sejumlah lembaga internasional seperti International Energy Agency (IEA), International Monetary Fund (IMF), International Renewable Energy Agency (IRENA), Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), dan Bank Dunia.
Guterres menyatakan bahwa kapasitas daya terpasang dari energi terbarukan kini hampir menyamai bahan bakar fosil di seluruh dunia.
Ia mengungkapkan, "Laporan ini menunjukkan kemajuan besar sejak Persetujuan Paris memicu revolusi energi bersih, dan manfaat besar – serta langkah-langkah yang perlu diambil – untuk mempercepat transisi yang adil secara global."
Energi Terbarukan Dominasi Pertumbuhan Global
Guterres menekankan bahwa transformasi energi dunia sedang berlangsung pesat dan tidak dapat dibendung.
"Ini baru awal dari transformasi energi dunia," ujarnya.
Ia mengungkapkan bahwa hampir seluruh pembangkit listrik baru yang dibangun tahun lalu berasal dari sumber energi terbarukan, dengan seluruh benua mencatatkan peningkatan kapasitas energi terbarukan melebihi energi fosil.
Saat ini, energi bersih telah menyumbang hampir sepertiga dari seluruh listrik yang dikonsumsi dunia.
"Masa depan energi bersih bukan lagi janji. Ini adalah kenyataan. Tidak ada pemerintah, industri, atau kepentingan khusus yang bisa menghentikannya," tegas Guterres.
Menurutnya, terdapat tiga faktor utama yang mempercepat adopsi energi bersih secara global: ekonomi pasar, keamanan energi, dan aksesibilitas teknologi.
Ekonomi, Keamanan, dan Akses Jadi Faktor Kunci
Guterres menyebut sektor energi bersih telah menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi dunia.
Pada tahun 2023, energi bersih menyumbang 10 persen dari pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) global, dengan kontribusi signifikan dari India (5 persen), Amerika Serikat (6 persen), China (20 persen), dan Uni Eropa (hampir 33 persen).
Jumlah tenaga kerja di sektor ini juga melonjak menjadi hampir 35 juta orang, melebihi jumlah pekerja di sektor bahan bakar fosil.
Dari sisi keamanan energi, Guterres menyoroti bahwa ketergantungan pada bahan bakar fosil menimbulkan kerentanan terhadap gejolak geopolitik dan guncangan harga.
Ia mencontohkan invasi Rusia ke Ukraina yang memicu krisis energi global dan kenaikan drastis biaya hidup.
"Ancaman terbesar terhadap keamanan energi hari ini adalah bahan bakar fosil," ungkapnya.
Ia menambahkan, "Matahari tidak mengenal lonjakan harga. Angin tidak bisa diembargo. Energi terbarukan bisa memberi daya - secara harfiah dan kiasan - ke tangan rakyat dan pemerintah."
Di sisi lain, energi terbarukan juga dinilai lebih cepat, murah, dan fleksibel dalam implementasinya dibanding energi fosil.
Guterres menyebut bahwa energi nuklir tetap memiliki peran, namun tidak dapat menjangkau seluruh populasi yang masih kekurangan akses listrik.
Dunia Masih Tertinggal dari Target Energi Berkelanjutan
Meski mencatat kemajuan, Guterres mengingatkan bahwa dunia belum berada di jalur yang tepat untuk mencapai target energi bersih dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG).
Ia juga mengulangi seruan PBB agar negara-negara memangkas subsidi bahan bakar fosil demi mempercepat transisi energi yang adil dan berkelanjutan.
- Penulis :
- Leon Weldrick