
Pantau - Arab Saudi secara tegas menyatakan tidak akan menormalisasi hubungan diplomatik dengan Israel kecuali telah terbentuk negara Palestina dan perang di Gaza benar-benar berakhir.
Pernyataan Tegas Saudi di Forum Internasional
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Arab Saudi, Pangeran Faisal bin Farhan, dalam konferensi pers bersama Menteri Luar Negeri Prancis, Jean-Noel Barrot, di New York, Senin, 28 Juli 2025.
Konferensi itu merupakan pertemuan tingkat tinggi internasional mengenai implementasi solusi dua negara yang diselenggarakan bersama oleh Arab Saudi dan Prancis.
"Bagi Kerajaan, pengakuan (atas Israel) sangat terkait erat dengan pembentukan negara Palestina," ungkap Pangeran Faisal.
Pernyataan ini menjadi sikap paling eksplisit dari Arab Saudi sejauh ini, yang secara terbuka mengaitkan pengakuan terhadap Israel dengan kemajuan konkret dalam proses pembentukan negara Palestina.
Ketika ditanya mengenai kemungkinan menghidupkan kembali Abraham Accords sebagai langkah awal normalisasi, Faisal menegaskan bahwa kunci utamanya adalah kemajuan terhadap solusi dua negara.
Genosida di Gaza Jadi Penghalang Dialog Normalisasi
Abraham Accords merupakan kesepakatan diplomatik yang dimulai sejak 2020 dan telah membuka jalan bagi sejumlah negara Arab untuk menjalin hubungan resmi dengan Israel.
Namun, dalam konteks saat ini, Arab Saudi menegaskan tidak akan melangkah ke arah yang sama tanpa penyelesaian konflik Gaza dan kemajuan politik bagi rakyat Palestina.
"Dialog hanya bisa dimulai jika konflik di Gaza berakhir dan penderitaan rakyat Gaza teratasi," ujarnya.
Ia menambahkan, membicarakan normalisasi di tengah kehancuran dan kematian yang terjadi di Gaza tidak memiliki legitimasi moral maupun politik.
"Karena tidak ada alasan, bahkan tidak ada kredibilitas, untuk membicarakan normalisasi di tengah kematian, penderitaan, dan kehancuran yang terus terjadi di Gaza," tegasnya.
Faisal menyampaikan bahwa momentum politik saat ini harus diarahkan sepenuhnya pada pencapaian solusi dua negara.
"Karena itu kami tentu berharap bahwa konsensus yang jelas yang ditunjukkan hari ini – dan yang akan terus ditunjukkan besok – serta momentum menuju pembentukan negara Palestina dapat membuka ruang dialog mengenai normalisasi," katanya.
Ia menutup pernyataannya dengan penekanan bahwa normalisasi baru dapat dibicarakan jika rakyat Palestina telah memperoleh haknya untuk mendirikan negara merdeka.
"Kemudian kita perlu berbicara tentang pembentukan negara Palestina. Dan jika hal itu telah terwujud, maka tentunya kita bisa berbicara tentang normalisasi," pungkasnya.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf