Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

PBNU Apresiasi Klarifikasi KPK, Tegaskan Tidak Terlibat dalam Kasus Dugaan Korupsi Haji

Oleh Aditya Yohan
SHARE   :

PBNU Apresiasi Klarifikasi KPK, Tegaskan Tidak Terlibat dalam Kasus Dugaan Korupsi Haji
Foto: (Sumber: Sekretaris Jenderal PBNU Saifullah Yusuf menjawab pertanyaan pewarta terkait kasus dugaan korupsi kuota haji saat dibincangi di Jakarta, Senin (15/9/2025). ANTARA/M Riezko Bima Elko Prasetyo/pri.)

Pantau - Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Saifullah Yusuf, menyampaikan apresiasi atas klarifikasi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait penyidikan kasus dugaan korupsi kuota dan penyelenggaraan ibadah haji tahun 2023–2024 di Kementerian Agama, yang menegaskan bahwa penyidikan menyasar individu, bukan organisasi.

Klarifikasi KPK Hentikan Spekulasi Publik

Saifullah Yusuf menyampaikan terima kasih kepada KPK yang telah memberikan penjelasan bahwa pemanggilan saksi dalam kasus ini bersifat personal dan tidak terkait langsung dengan organisasi keagamaan seperti PBNU.

"Terima kasih kepada KPK melalui Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi Asep Guntur Rahayu yang telah memberikan pernyataan cukup jelas dan bisa dipahami dengan baik, yakni menyatakan bahwa yang dipanggil adalah orang per orang, bukan organisasi," ujarnya.

Ia menambahkan bahwa klarifikasi tersebut penting untuk menghentikan spekulasi publik yang sempat menyeret nama PBNU dalam kasus tersebut.

"Kami berterima kasih karena KPK telah memberikan pernyataan yang jelas tentang upaya membongkar praktik yang melanggar hukum kepada mereka yang bersalah. PBNU secara organisasi tidak terlibat. Kami mendukung dan mengapresiasi KPK," tegasnya.

Saifullah juga menekankan bahwa sikap PBNU sejalan dengan komitmen Presiden Prabowo Subianto dalam mendukung upaya pemberantasan korupsi.

Fokus Penyidikan pada Individu di Kementerian Agama

KPK menegaskan bahwa penyidikan ditujukan kepada oknum yang bekerja di Kementerian Agama, bukan organisasi tempat mereka bernaung.

"Walaupun yang bersangkutan juga menjadi anggota atau pengurus di organisasi keagamaan, tetapi yang jelas adalah karena yang bersangkutan berdinas atau bertugas di Kementerian Agama," jelas Asep Guntur Rahayu.

Ia menambahkan bahwa penyidikan KPK fokus pada penelusuran aliran dana yang mengikuti individu, tanpa menargetkan institusi tertentu.

"Jadi, kami tidak melakukan atau menargetkan organisasinya, tetapi uangnya itu lari karena mengikuti orangnya. Orangnya ada di mana, bekerja di mana, nah di situ kami lihat, pasti kan juga ada berkaitan dengan tempat yang bersangkutan bekerja," ungkapnya.

KPK mulai melakukan penyidikan terhadap kasus ini sejak 9 Agustus 2025.

Sebelumnya, pada 7 Agustus 2025, KPK telah meminta keterangan dari mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dalam tahap penyelidikan awal.

Penghitungan awal kerugian negara yang dilakukan KPK bersama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI mencatat potensi kerugian lebih dari Rp1 triliun.

KPK juga telah mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri, termasuk mantan Menag Yaqut Cholil Qoumas.

DPR Temukan Kejanggalan dalam Kuota Haji

Di sisi lain, Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji DPR RI turut menemukan kejanggalan dalam penyelenggaraan haji tahun 2024, terutama dalam pembagian kuota tambahan 20.000 jemaah dari Pemerintah Arab Saudi.

Komposisi pembagian kuota tambahan tersebut yakni 50% untuk haji reguler dan 50% untuk haji khusus, yang dinilai bertentangan dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah.

Dalam pasal tersebut, disebutkan bahwa kuota haji khusus hanya boleh sebesar 8%, sementara haji reguler sebesar 92%.

Penulis :
Aditya Yohan
Editor :
Tria Dianti