
Pantau - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melaporkan hampir 48.000 warga Palestina terpaksa mengungsi ke selatan dalam dua hari terakhir akibat intensifikasi serangan darat oleh militer Israel di Gaza City.
Data dari Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) mencatat bahwa sejak pertengahan Agustus hingga 15 September 2025, telah terjadi lebih dari 190.000 pergerakan pengungsian di Jalur Gaza.
Pengungsi Berjalan Kaki hingga 9 Jam dalam Kondisi Ekstrem
Mayoritas pengungsi merupakan keluarga yang dipimpin oleh perempuan dan lansia, yang harus berjalan kaki hingga sembilan jam dalam kondisi panas ekstrem.
Sebagian besar pengungsi tidak mengenakan alas kaki dan membawa anak-anak yang terluka tanpa akses kendaraan atau bantuan medis langsung.
Permintaan tenda darurat meningkat tajam karena banyak warga tiba di wilayah selatan tanpa tempat tinggal.
OCHA mencatat lebih dari 1.500 orang, termasuk 900 anak-anak, telah menerima bantuan darurat seperti air bersih, perawatan medis, dan dukungan psikososial.
Namun, fasilitas kesehatan di Gaza mengalami tekanan berat.
Rumah Sakit Al-Quds Rusak, Pos Medis PBB Terbatas
Rumah Sakit Al-Quds di Gaza City mengalami kerusakan akibat pengeboman dan kini digunakan sebagai tempat penampungan sementara bagi para pengungsi.
Dari enam pos medis yang dioperasikan oleh PBB di Gaza City, hanya tiga yang masih berfungsi.
OCHA menyebut bahwa tekanan terhadap fasilitas medis menghambat penanganan luka, penyakit menular, dan kebutuhan dasar lainnya di tengah krisis kemanusiaan yang memburuk.
Perbatasan Ditutup, Bantuan Tertahan
Situasi makin genting setelah perlintasan perbatasan Zikim ditutup selama empat hari terakhir.
Penutupan ini membuat misi pengiriman bahan bakar dan obat-obatan dibatalkan karena alasan keamanan, kemacetan, dan maraknya penjarahan.
Konvoi bantuan kemanusiaan juga sering tertunda, mengakibatkan suplai tidak sampai kepada warga sipil yang paling membutuhkan.
PBB menyatakan bahwa distribusi bantuan di lapangan semakin sulit, namun tetap berkomitmen untuk menyalurkan bantuan penyelamat nyawa di seluruh Jalur Gaza.
Meski menghadapi risiko tinggi dan keterbatasan logistik, lembaga-lembaga kemanusiaan PBB menegaskan terus beroperasi untuk memberikan layanan kritis bagi warga sipil.
- Penulis :
- Aditya Yohan