Pantau Flash
HOME  ⁄  K-Entertainment

Dulu Dijuluki “Ibu Suri Kim”, Kini Kim Tae-hoo Hidup Bahagia di Malaysia Sambil Melukis

Oleh Gian Barani
SHARE   :

Dulu Dijuluki “Ibu Suri Kim”, Kini Kim Tae-hoo Hidup Bahagia di Malaysia Sambil Melukis
Foto: Kim Tae-hoo, penyanyi balada era 90-an yang sempat hilang dari industri musik, kini diketahui hidup tenang di Malaysia sebagai pelukis setelah sempat viral lewat video lawasnya.

Pantau - Nama Kim Tae-hoo kembali jadi perbincangan setelah muncul dalam program nostalgia 20th Century Hit Song KBS Joy yang tayang pada Jumat, 18 April 2025.

Penyanyi balada ini sempat bersinar di awal 1990-an lewat lagu debut Farewell yang rilis pada 1992, namun kemudian menghilang dari sorotan.

Lagu tersebut menempati posisi ke-9 dalam daftar “penyanyi visual yang terlupakan” dan dikenal sebagai balada emosional tentang patah hati seorang pria yang menyadari kekasihnya telah bersama orang lain.

Terlalu Cepat Redup di Tengah Persaingan Ketat

Kim Tae-hoo dijuluki “Ibu Suri Kim” karena suaranya yang merdu. Ia mulai dikenal saat menjalani wajib militer dan mendapat perhatian dari penyiar terkenal Popeye Lee Sang-yong.

Sejak masa kuliah di Chuncheon, ia telah aktif sebagai penyanyi amatir dan memiliki fanbase tersendiri.

Namun, kariernya meredup karena kuatnya persaingan baik dari sisi visual seperti Kim Won-jun, maupun musikal seperti Kim Gun-mo.

Setelah album ketiganya gagal mencuri perhatian, Kim Tae-hoo memutuskan mundur dan melakukan perjalanan ke 40 negara sebelum akhirnya benar-benar meninggalkan industri musik.

Viral Lagi Berkat Video Shorts

Namanya kembali mencuat setelah video pendek lawas penampilannya diunggah ulang dalam format Shorts di YouTube.

Video tersebut sudah ditonton lebih dari 830.000 kali dan mendapat 1.450 komentar menunjukkan bahwa daya tarik suaranya belum benar-benar hilang.

Kim Heechul mengungkap bahwa kakaknya ikut memberikan komentar di video tersebut, menyampaikan bahwa Kim Tae-hoo kini tinggal di Malaysia dan menjalani hidup bebas sebagai pelukis.

Kisahnya jadi pengingat bahwa meskipun kehidupan panggung bisa berakhir, kecintaan terhadap seni bisa terus hidup—dalam bentuk yang berbeda namun tetap bermakna.

Penulis :
Gian Barani