
Pantau - Dalam mempersiapkan orang tua serta keluarga dalam membesarkan anak yang memiliki autisme memang dipandang paling tepat bila gangguan ini terdeteksi sedini mungkin sebelum menginjak usia balita atau bahkan anak-anak. Oleh karena itulah laporan studi yang belum lama ini dirilis oleh Duke University di Amerika Serikat dianggap penting bagi dunia medis terkait penanganan autisme.
Dalam studi tersebut terdapat potensi untuk mendeteksi autisme pada anak-anak sejak lahir dengan memanfaatkan algoritma. Di mana algoritma tersebut tercipta ketika para peneliti melakukan analisa terhadap rekam medis elektronik dari 45 ribu anak yang pernah dirawat di periode 2006-2020 melalui Sistem Kesehatan Universitas Duke.
Fokus analisanya terhadap bayi yang pernah berobat ke dokter mata atau ahli saraf, pernah mengalami masalah perut atau gastrointestinal, atau bayi yang pernah menjalani terapi fisik. Dari data-data itulah tercipta algoritma yang memprediksi potensi terjadinya autisme dari bayi.
Algoritma itu kemudian digunakan dalam model machine-learning dan prediksinya membantu membedakan bayi yang berpotensi mengalami spektrum autisme, yang terdiagnosa ADHD, atau yang memiliki gangguan perkembangan saraf lainnya.
“Sejumlah besar faktor di seluruh profil kesehatan bayi dimasukan ke dalam model. Masing-masing faktor tersebut berkontribusi secara bertahap (terhadap spektrum autisme-red),” ungkap salah seorang peneliti studi tersebut Matthew Engelhard, MD, sebagaimana dikutip dari Webmd.com.
Pada penelitian, model-model dari algoritma tersebut kemudian digunakan untuk menganalisa anak-anak yang diketahui memang diabaikan dari sisi skrining kesehatan tradisional, seperti terhadap anak-anak perempuan, anak non-kulit putih, serta mereka yang memang sebelumnya didiagnosa gabungan autisme serta ADHD.
- Penulis :
- Annisa Indri Lestari