
Pantau - Indonesia memiliki sekitar 742 Bahasa atau 10% dari total bahasa di dunia dan menempati posisi kedua sebagai negara dengan bahasa daerah terbanyak.
Namun, sebuah penelitian dari Australian National University (ANU) pada tahun 2021 menunjukkan bahwa pada akhir abad ke-21, sekitar 1.500 bahasa dunia akan punah. Dan diperkirakan sekitar 441 bahasa (>50%) di Indonesia akan mengalami kepunahan.
Masyarakat Indonesia yang multietnik dan diikuti oleh kontak antaretnik dapat menyebabkan terjadinya fenomena kebahasaan seperti bilingualisme atau bahkan multilingualisme. Hingga kemudian dapat mengakibatkan terjdinya pergeseran bahasa, yaitu perubahan dalam penggunaan bahasa.
Melnsir dari laman resmi Badan Bahasa Kemdikbud, beberapa provinsi di Indonesia dengan jumlah bahasa yang paling banyak mengalami kepunahan adalah Maluku, Papua, Papua Barat, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Utara, Jawa Tengah, dan Maluku Utara. Di Provinsi Maluku terdapat 12 bahasa yang mulai punah (Hoti, Hukumina, Hulung, Kamarin, Kayeli, Loun, Moksela, Naka’ela, Nila, Nusa Laut, Serua, dan Te’un), di Papua terdapat 5 bahasa (Awere, Mapia, Onin Pidgin, Saponi, dan Tandia), di Papua Barat terdapat 3 bahasa (Duriankere, Dusner, dan Iha Podgin), di Nusa Tenggara Barat terdapat 1 bahasa (Tambora), di Sulawesi Utara terdapat 1 bahasa (Ponosakan), di Jawa Tengah terdapat 1 bahasa (Javindo), dan di Maluku Utara terdapat 1 bahasa (Ternateno).
Baca juga: Pemerintah Dinilai Belum Cukup Serius Kembangkan dan Lindungi Bahasa Daerah
Lantas apa saja faktor-faktor lain yang memengaruhi punahnya bahasa daerah?
1. Globalisasi dan modernisasi
Globalisasi dan modernisasi menyebabkan dominasi beberapa bahasa besar yang digunakan dalam perdagangan internasional, media, dan teknologi. Sehingga membuat bahasa daerah terpinggirkan.
2. Perubahan demografis
Migrasi massal dan urbanisasi dopat menyebabkan perpindahan populasi, contohnya adalah dari daerah perdesaan ke kota besar. Kota-kota besar seringkali menggunakan bahasa resmi sebagai bahasa yang dominan digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga bahasa daerah di perdesaan kehilangan pemakainya karena banyak yang berpindah.
3. Proses asimilasi budaya
Pada saat masyarakat mulai bercampur dengan kelompok budaya lain, bahasa daerah dapat tergantikan oleh bahasa yang lebih dominan.
4. Alat kekuatan politik dan sosial
Sebuah bahasa akan diabaikan atau ditekan jika dianggap tidak mendukung kepentingan politik tau sosial tertentu. Hal ini karena bahasa sering kali menjadi alat kekuatan politik dan sosial. Oleh karena itu, penerapan bahasa resmi tertentu sebagai bahasa utama pemerintahan atau pendidikan dapat membuat bahasa daerah menjadi terpinggirkan.
Baca juga: Ahli Bahasa: Belajar Bahasa Mandarin Buka Banyak Peluang
5. Tidak mendapat dukungan yang memadai
Kurangnya dukungan yang memadai dari pemerintah atau masyarakat akan membuat pendidikan bahasa menjadi terbatas. Sehingga mengakibatkan jumlah pengguna bahasa daerah menurun hingga terancam punah.
6. Perkembangan teknologi dan media massa
Teknologi dan media massa juga memiliki pengaruh dalam punahnya bahasa daerah. Apabila suatu bahasa tidak diwakili di suatu media atau teknologi modern, generasi muda mungkin tidak tertarik menggunakan bahasa daerah tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Lalu bagaimana cara mengatasi kepunahan bahasa daerah?
Perlu adanya upaya yang cerdas dan serius. Tidak hanya dari pihak pemerintah tetapi juga oleh komunitas etnik penutur bahasa tersebut dengan cara etap menjaga loyalitas pada bahasa daerahnya sendiri agar jumlah penuturnya tetap tinggi. Sehinga tidak terjadi pergeseran bahasa hingga kepunahan.
Selain itu, perlu juga untuk memperhatikan atau memikirkan upaya-upaya revitalisasi terhadap bahasa-bahasa yang berada dalam proses kepunahan sebagai usaha agar masyarakat Indonesia menjadi masyarakat yang multilingual.
Dengan kata lain, masyarakat Indonesia diharapkan dapat menguasai tiga bahasa, yaitu bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan, bahasa Inggris sebagai bahasa internasional, dan bahasa etniknya sendiri untuk melestarikan bahasa dan budaya daerahnya.
Sumber: Badan Bahasa Kemdikbud
- Penulis :
- Latisha Asharani