billboard mobile
Pantau Flash
HOME  ⁄  Lifestyle

Adat Pernikahan Jawa Tengah: Tradisi yang Menghormati Warisan Budaya

Oleh Latisha Asharani
SHARE   :

Adat Pernikahan Jawa Tengah: Tradisi yang Menghormati Warisan Budaya
Foto: Pernikahan Kaesang Pangarep dan Erina Gudono di Pura Mangkunegara Surakarta (ANTARA)

Pantau - Dalam setiap budaya, pernikahan adalah momen yang merayakan lebih dari sekadar penyatuan dua individu, namun juga mencerminkan kekayaan tradisi dan nilai-nilai yang diwariskan turun-temurun. 

Di Jawa Tengah, adat pernikahan merupakan manifestasi indah dari warisan budaya yang mendalam, di mana setiap ritual dan simbol memiliki makna yang kaya dan penuh arti. Dengan mempelajari adat pernikahan Jawa Tengah, kita tidak hanya mengapresiasi keindahan ritualnya, tetapi juga menghidupkan kembali kekayaan sejarah dan budaya yang telah membentuk masyarakat Jawa selama berabad-abad.

Pernikahan adalah salah satu momen terpenting dalam kehidupan seseorang. Di Jawa Tengah, adat pernikahan tidak hanya sekadar acara seremonial, tetapi juga merupakan cara untuk menghormati dan melestarikan warisan budaya yang telah ada sejak lama. Proses pernikahan di Jawa Tengah melibatkan berbagai ritual dan tradisi yang mencerminkan nilai-nilai sosial dan spiritual masyarakat setempat.

Baca juga: Lampung Unik! Warga di Pringsewu Rayakan Perceraian Bak Acara Pernikahan

Persiapan Awal

Sebelum upacara pernikahan dimulai, terdapat beberapa tahapan persiapan yang harus dilakukan. Salah satunya adalah ngunduh mantu, yaitu proses pengenalan keluarga calon mempelai laki-laki kepada keluarga calon mempelai perempuan. Pada kesempatan ini, dilakukan komunikasi mengenai berbagai hal terkait pernikahan, termasuk syarat-syarat adat yang harus dipenuhi.

Selain itu, lamaran atau panggih juga merupakan bagian penting dari persiapan. Lamaran biasanya dilakukan dengan cara yang penuh hormat dan diiringi dengan penyampaian maksud dan tujuan dari pernikahan. Setelah lamaran diterima, kedua keluarga akan sepakat mengenai tanggal pernikahan dan memulai persiapan lebih lanjut.

Prosesi Pranikah

Pasang Tarub, Bleketepe, dan Tawuhan

Tarub adalah atap sementara yang dipasang untuk memberikan naungan di halaman rumah dan dihias dengan janur melengkung. Selain Tarub, bleketepe juga harus dipasang. Bleketepe adalah anyaman daun kelapa tua yang dipasang oleh orang tua mempelai wanita. Sedangkan tawuhan terdiri dari tumbuh-tumbuhan seperti pisang, kelapa muda, dan batang padi yang dipasang di kiri dan kanan gerbang. Tawuhan ini melambangkan harapan agar calon pengantin dikaruniai keturunan yang sehat, bahagia, beretika, dan berkecukupan.

Baca juga: Angka Pernikahan di Indonesia Menurun, Menikah Bukan Lagi Prioritas bagi Gen Z?

Sungkeman

Dalam adat Jawa, calon pengantin harus melakukan sungkeman kepada orangtua masing-masing. Prosesi ini bertujuan untuk meminta doa dan restu dari kedua orang tua agar pernikahan berjalan lancar.

Siraman

Selanjutnya, prosesi siraman dilakukan sebagai bentuk penyucian diri menjelang hari pernikahan. Calon pengantin harus dalam keadaan suci baik lahir maupun batin.

Adol Dawet

Adol dawet, yang berarti "berjualan dawet," adalah rangkaian acara lain sebelum proses pernikahan adat Jawa. Kegiatan ini menggambarkan bahwa setelah menikah, pasangan diharapkan saling bekerja sama.

Midodareni

Midodareni berarti "bidadari." Prosesi ini dilakukan pada malam sebelum pernikahan untuk memastikan calon pengantin wanita tampak cantik seperti bidadari keesokan harinya. Selama prosesi ini, calon pengantin wanita hanya ditemani oleh keluarga dan tidak boleh bertemu calon suaminya.

Baca juga: Angka Pernikahan di Jepang Anjlok di Bawah 500 Ribu dalam 90 Tahun Terakhir

Prosesi Akad Nikah

Pada upacara pernikahan, pengantin menggunakan pakaian adat Jawa berwarna putih sebagai simbol kesucian. Pada prosesi ini, pasangan pengantin saling mengikat janji dan melaksanakan sumpah di depan penghulu, orang tua, wali, dan tamu undangan sesuai dengan agama.

Akad Nikah

Upacara inti dari pernikahan adalah akad nikah, di mana calon pengantin pria mengucapkan ijab kabul di hadapan penghulu. Dalam tradisi Jawa, akad nikah sering dilakukan dengan penuh khidmat dan disertai doa-doa untuk mendapatkan berkah dan keberkahan dalam rumah tangga yang akan dibangun.

Balang Gantal

Pada tahap ini, pasangan pengantin saling melempar gantar atau sirih yang diikat dengan benang putih. Pengantin pria melemparkan gantar ke dada pengantin wanita sebagai tanda penerimaan hati, sementara pengantin wanita menunjukkan gantar ke lutut pengantin pria sebagai tanda bakti.

Wijikan

Dalam ritual wijikan, pengantin wanita menyirami kaki suaminya sebanyak tiga kali. Ritual ini mencerminkan bakti istri kepada suami dan menghindari hambatan menuju kehidupan rumah tangga yang bahagia.

Baca juga: Ini Dampak Psikologis Pernikahan Dini Bagi Perempuan

Sinduran

Kain sindur merah dan putih digunakan untuk memberikan keberanian dan semangat bagi pasangan pengantin. Dalam prosesi ini, kedua pengantin dibalut kain sindur dan diantar menuju pelaminan oleh ayah pengantin wanita.

Bobot Timbang

Setelah kedua mempelai duduk di pelaminan, prosesi bobot timbang dilakukan oleh ayah pengantin wanita. Ayah menimbang kedua mempelai dengan memangku mereka dan kemudian menyatakan bahwa keduanya sama berat. Ini bertujuan untuk menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kasih sayang antara mereka.

Ngunjuk Rujak Degan

Rujak degan adalah minuman dari serutan kelapa muda yang diminum secara bergiliran dalam satu gelas oleh seluruh keluarga. Prosesi ini dimulai oleh sang ayah, kemudian ibu, dan diteruskan kepada pasangan pengantin. Dalam adat Jawa, air kelapa ini dianggap sebagai air suci yang membersihkan rohani seluruh keluarga.

Dulangan

Dalam prosesi dulangan, kedua pengantin saling menyuapi sebanyak tiga kali sebagai simbol komitmen untuk saling mendukung dan mencintai sepanjang hidup.

Baca juga: Pesan Jokowi untuk Anak dan Cucunya saat Ngunduh Mantu Kaesang-Erina

Sungkeman

Prosesi pernikahan adat Jawa diakhiri dengan sungkeman, di mana pasangan berlutut di depan kedua orang tua mereka. Ini sebagai bentuk penghormatan atas peran orang tua dalam membesarkan mereka hingga siap memulai kehidupan baru bersama pasangan.

Kostum dan Penampilan

Kostum pengantin Jawa Tengah sangat khas dan penuh dengan simbolisme. Pengantin perempuan umumnya mengenakan kebaya, yaitu pakaian tradisional wanita Jawa yang dipadukan dengan jarik (kain batik) dan sanggul (hiasan rambut). Sedangkan pengantin pria mengenakan beskap atau pakaian resmi pria Jawa yang sering dipadukan dengan blangkon (penutup kepala).

Aksesori seperti perhiasan yang terbuat dari emas dan berlian juga menjadi bagian penting dari penampilan pengantin. Semua elemen ini dirancang untuk mencerminkan keindahan dan keanggunan serta menunjukkan status dan kehormatan keluarga.

Baca juga: Jokowi Tegaskan Ngunduh Mantu Kaesang sebagai Cara Memelihara Budaya

Makna dan Filosofi

Setiap tahapan dan ritual dalam pernikahan adat Jawa Tengah memiliki makna dan filosofi yang mendalam. Tradisi ini mengajarkan pentingnya keharmonisan, kebersamaan, dan saling menghormati dalam hubungan pernikahan. Selain itu, adat pernikahan ini juga mencerminkan nilai-nilai kekeluargaan dan spiritual yang sangat dihargai oleh masyarakat Jawa.

Dengan menjaga dan melestarikan adat pernikahan ini, masyarakat Jawa Tengah tidak hanya merayakan momen bahagia, tetapi juga meneruskan warisan budaya kepada generasi berikutnya. Ini adalah cara untuk memastikan bahwa nilai-nilai dan tradisi yang telah ada selama ratusan tahun tetap hidup dan relevan dalam kehidupan modern saat ini.

Kesimpulan

Adat pernikahan Jawa Tengah adalah contoh yang indah dari kekayaan budaya Indonesia. Melalui rangkaian ritual dan tradisi yang mendalam, masyarakat Jawa Tengah tidak hanya merayakan cinta dan komitmen antara dua individu, tetapi juga merayakan warisan budaya yang telah membentuk identitas mereka. Dengan memahami dan menghargai adat ini, kita dapat lebih menghargai keanekaragaman budaya yang ada di negeri ini dan memastikan bahwa tradisi yang berharga ini terus hidup dalam setiap generasi.

Baca juga: Jokowi Tegaskan Ngunduh Mantu Kaesang sebagai Cara Memelihara Budaya

Penulis :
Latisha Asharani