
Pantau - Sosiolog dan dosen Departemen Sosiologi FISIPOL Universitas Gadjah Mada (UGM), R. Derajad Sulistyo Widhyharto, menyatakan bahwa kebebasan dalam menggunakan media sosial di era digital tidak boleh dilepaskan dari tanggung jawab moral dan hukum.
Media Sosial Bukan Ruang Tanpa Batas
Menurut Derajad, digitalisasi membuat setiap orang bisa menjadi produsen konten, namun hal tersebut juga membawa tantangan besar yang harus dihadapi dengan kesadaran dan kedewasaan.
Ia menegaskan bahwa batas pertama yang harus dipahami masyarakat adalah batas hukum.
"Tidak semua hal boleh diunggah, terutama jika mengandung unsur pelanggaran seperti hoaks, ujaran kebencian, pornografi, pelanggaran privasi, atau pencemaran nama baik," jelasnya.
Ia menambahkan bahwa banyak kasus pelanggaran hukum bermula dari unggahan yang awalnya dianggap biasa saja, namun ternyata menyinggung atau merugikan pihak lain.
Derajad mengingatkan bahwa dunia digital kini telah masuk dalam ranah etika sosial dan hukum negara, sehingga masyarakat harus paham bahwa media sosial bukan lagi ruang kosong tanpa regulasi.
Perlu Etika, Empati, dan Tanggung Jawab Informasi
Batas kedua yang harus dipahami, lanjut Derajad, adalah etika dan empati.
Ia menyoroti tren menjadikan peristiwa kesedihan, musibah, atau aib pribadi sebagai konten demi menarik perhatian publik.
"Tidak semua peristiwa harus dijadikan konten, apalagi yang menyangkut kesedihan, musibah, atau aib orang lain," ujarnya.
Derajad mendorong masyarakat untuk bijak memilah konten yang layak dibagikan ke ruang publik dan konten yang seharusnya tetap berada di ruang privat.
"Prinsip sederhana yang bisa dipegang adalah apakah konten ini memberi manfaat, atau justru melukai martabat orang lain," tegasnya.
Ia menilai bahwa banjir informasi dan algoritma yang mendorong viralitas telah menggoda banyak orang untuk mengutamakan ketenaran sesaat dengan cara-cara sensasional.
Karena itu, para pembuat konten diimbau untuk menerapkan budaya digital yang sehat, yaitu budaya yang mengedepankan nilai, edukasi, dan empati, bukan hanya eksposur dan impresi.
Literasi Digital dan Kedewasaan Emosional Jadi Kunci
Lebih lanjut, Derajad menekankan bahwa batasan-batasan dalam dunia digital merupakan ujian bagi kedewasaan masyarakat dalam berpartisipasi di ruang publik.
Konten yang disebarkan seharusnya membawa nilai yang mencerdaskan, beradab, dan empatik, bukan semata pencitraan diri.
Ia juga menegaskan pentingnya pendidikan literasi digital yang dibarengi dengan kemampuan mengelola emosi, agar setiap individu mampu menciptakan konten yang tidak hanya relevan tetapi juga bermakna dan bermanfaat bagi publik.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf
- Editor :
- Tria Dianti







