
Pantau - Penelitian terbaru dari Universitas British Columbia mengungkap bahwa makanan yang dikonsumsi sehari-hari menyumbang lebih dari sepertiga emisi gas rumah kaca global, menjadikannya faktor besar dalam krisis perubahan iklim.
Laporan yang dilansir dari Science Daily ini menunjukkan bahwa sekitar 44 persen populasi global perlu mengubah kebiasaan makan untuk menjaga pemanasan global tetap di bawah ambang batas 2°C, batas yang telah disepakati ilmuwan untuk mencegah dampak iklim terburuk.
Data dari 112 Negara Ungkap Emisi Makanan Melebihi Batas Aman
Penelitian ini menganalisis data konsumsi makanan dari 112 negara yang mencakup 99 persen emisi gas rumah kaca terkait pangan di dunia.
Setiap negara diklasifikasikan ke dalam 10 kelompok berdasarkan tingkat pendapatan, dan para peneliti menghitung “anggaran emisi makanan” per individu, yaitu jumlah gas rumah kaca yang dihasilkan dari makanan yang dikonsumsi setiap orang.
Dipimpin oleh Dr. Juan Diego Martinez, tim peneliti menemukan bahwa hampir setengah penduduk dunia telah melampaui ambang batas emisi makanan yang aman sesuai target iklim global.
Perubahan Pola Makan Jadi Solusi Global untuk Tekan Emisi
Penelitian ini menegaskan bahwa emisi dari sektor makanan bukan hanya disebabkan oleh negara atau kelompok tertentu, melainkan merupakan tanggung jawab bersama masyarakat dunia.
Meskipun kelompok dengan emisi tertinggi menyumbang paling besar, banyak orang dari berbagai tingkat pendapatan juga melampaui batas emisi makanan yang ditetapkan.
Karena semua orang membutuhkan makanan, maka setiap pilihan konsumsi turut memengaruhi kondisi iklim.
Perubahan kecil dalam pola makan dapat memberikan dampak besar terhadap penurunan emisi, seperti:
Mengurangi limbah makanan
Mengambil porsi makan secukupnya
Mengurangi konsumsi daging sapi
- Penulis :
- Gerry Eka







