Pantau Flash
HOME  ⁄  Lifestyle

Muthawif Bukan Sekadar Penunjuk Arah: Kisah Nuh Lubis, Penjaga Khusyuknya Ibadah di Tanah Suci

Oleh Gerry Eka
SHARE   :

Muthawif Bukan Sekadar Penunjuk Arah: Kisah Nuh Lubis, Penjaga Khusyuknya Ibadah di Tanah Suci
Foto: (Sumber: Pemandangan matahari terbenam (sunset) dan menara Abraj Al-Bait dari Jabal Khandamah, Makkah, Arab Saudi, Minggu (28/12/2025). ANTARA/Bayu Saputra.)

Pantau - Di tengah arus jemaah yang mengelilingi Ka'bah, tidak semua datang dengan kesiapan yang sama; ada yang memahami rukun umrah secara utuh, namun tak sedikit yang kebingungan menjalankannya sesuai tuntunan fikih.

Di sinilah peran muthawif menjadi sangat penting, bukan sekadar penunjuk arah, tetapi juga sebagai penjaga agar ibadah berjalan dengan benar, tertib, dan penuh kekhusyukan.

Muhammad Nuh Salam Lubis (25), seorang muthawif muda asal Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, memandang profesi ini sebagai amanah besar yang menyangkut keabsahan ibadah seseorang.

"Kalau jemaah tanya kita lagi di mana, bagaimana? Masa kita tidak tahu? Tapi kalau tanya hukum ibadah lalu kita keliru, itu lebih bahaya", ungkap Nuh.

Dari Al-Azhar ke Makkah: Jalan Hidup Seorang Muthawif

Nuh pernah menempuh pendidikan S1 Hukum Syariah di Universitas Al-Azhar, Kairo, Mesir.

Awalnya ia bercita-cita menjadi pengajar, namun akhirnya hijrah ke Arab Saudi dan menekuni profesi sebagai muthawif sejak 2023.

Pengalamannya sebagai guide wisata semasa kuliah membentuk kemampuannya dalam mendampingi orang dari berbagai latar belakang.

Kini ia menetap di Makkah dan bekerja sebagai muthawif lepas, tidak terikat pada satu biro perjalanan tertentu.

Profesi muthawif tidak mensyaratkan sertifikat resmi, namun menurut Nuh, keahlian harus dibuktikan lewat dua hal: pemahaman fikih ibadah dan kemampuan bahasa Arab.

"Jadi (muthawif) tidak bisa sembarangan, walaupun tidak ada sertifikat tapi dengan pengalaman dan ilmu itulah yang bisa membawa para jemaah itu melakukan ibadah yang sah, yang mabrur", jelasnya.

Nuh menegaskan bahwa banyak orang menyamakan muthawif dengan tour guide, padahal tanggung jawab muthawif jauh lebih berat.

Ia harus menjaga pelaksanaan rukun dan wajib umrah, menenangkan jemaah yang panik, menjawab pertanyaan seputar syariat, serta mengambil keputusan cepat dalam kondisi darurat.

Menjaga kedisiplinan waktu di tengah padatnya jadwal dan kerumunan jemaah juga menjadi tantangan tersendiri.

"Kita harus ekstra sabar dan menyampaikan ke jemaah supaya saling memahami satu sama lain", tambahnya.

Amanah Spiritual di Balik Profesi

Bagi Nuh, pengalaman paling berkesan adalah saat mendampingi rombongan yang kompak dan patuh dalam menjalankan ibadah.

Ia menyadari bahwa tidak semua orang datang ke Tanah Suci dalam kondisi fisik dan batin yang ideal, sehingga peran muthawif sebagai penopang spiritual menjadi sangat vital.

Agus Sugiarto, salah satu jemaah Program Umrah untuk Sahabat Adira, merasakan langsung pentingnya keberadaan muthawif.

"Tidak semua jemaah paham ibadah. Kalau enggak ada muthawif yang benar-benar menguasai, bisa salah niat, salah urutan, atau malah bingung harus bagaimana", ujarnya.

"Kalau muthawifnya tenang, jemaah ikut tenang. Ini bukan cuma soal ilmu, tapi kesabaran dan tanggung jawab moral", tambahnya.

Nuh menyebut bahwa tujuan utama dari umrah adalah menggapai kemabruran—kondisi ketika seseorang pulang dari Tanah Suci dengan sikap dan cara pandang yang lebih baik.

"Ibadah ini jadi momen untuk mendekatkan diri kepada Allah, membersihkan batin, dan menata ulang niat hidup", ungkapnya.

Baginya, profesi muthawif bukan untuk menjadi pusat perhatian, tetapi menjaga agar ibadah tetap berada di jalurnya, jemaah merasa aman, dan kekhusyukan tetap terpelihara di tengah hiruk pikuk Tanah Suci.

Penulis :
Gerry Eka