
Pantau - Munculnya bercak cokelat samar di wajah yang makin lama semakin jelas dan sulit hilang meski telah mencoba berbagai produk perawatan kulit sering kali menjadi keluhan banyak orang.
Kondisi ini dikenal sebagai melasma, salah satu bentuk hiperpigmentasi paling umum sekaligus paling sulit diatasi.
Melasma disebabkan oleh produksi melanin yang meningkat secara berlebihan, baik di lapisan kulit luar (epidermis) maupun dalam (dermis).
Melasma Dipicu Hormon, Matahari, dan Genetik
Melasma muncul dalam bentuk bercak berwarna cokelat hingga keabu-abuan, biasanya simetris dan sering tampak di pipi, dahi, atas bibir, atau dagu.
Kondisi ini tidak berbahaya dan tidak menular, tetapi sangat mudah kambuh serta bisa memicu kegelisahan jangka panjang.
Kulit kerap menjadi refleksi dari pengaruh tubuh atau lingkungan yang memicu reaksi pigmentasi berlebih.
Beberapa faktor pemicu utama melasma antara lain paparan sinar matahari berulang dan intens, perubahan hormon saat hamil atau penggunaan kontrasepsi hormonal, riwayat genetik, trauma kulit, serta penggunaan obat-obatan tertentu.
Di Asia Tenggara, prevalensi melasma dapat mencapai 40 persen, lebih tinggi dibandingkan rata-rata global, karena dominasi tipe kulit sawo matang hingga gelap (Fitzpatrick III–V) dan paparan sinar tropis sepanjang tahun.
"Melasma sangat dipengaruhi oleh hormon dan keturunan," ungkap dr. Tanya Febrina, dokter kulit di Pekanbaru.
Hormon estrogen dan progesteron diketahui dapat memicu pigmentasi berlebih, sehingga melasma sering muncul saat hamil atau menggunakan KB hormonal.
Risiko juga meningkat bila ada riwayat keluarga dengan kondisi serupa, terutama pada individu dengan warna kulit lebih gelap.
Melasma bukan sekadar permasalahan kosmetik, tetapi berhubungan langsung dengan mekanisme biologis tubuh.
Secara klinis, bercak melasma tampak tidak beraturan, cukup besar, dan warnanya bervariasi tergantung kedalaman pigmen yang terbentuk.
Penanganan Melasma Butuh Pendekatan Ilmiah dan Bertahap
Penanganan melasma memerlukan kehati-hatian, ketepatan diagnosis, dan ekspektasi yang realistis.
Konsultasi dengan dokter kulit menjadi langkah awal penting untuk mengetahui tipe melasma dan kedalaman pigmennya.
Terapi utama biasanya menggunakan obat oles depigmentasi seperti hydroquinone atau tretinoin, yang hanya boleh digunakan di bawah pengawasan medis.
Untuk kulit sensitif, alternatif yang lebih lembut seperti asam azelaic, asam kojic, atau vitamin C bisa dipertimbangkan.
Tujuan terapi bukan sekadar memudarkan bercak, tapi juga menekan produksi melanin berlebih tanpa menimbulkan iritasi baru.
Penggunaan obat oles tidak boleh sembarangan, karena over-treatment justru bisa memperburuk kondisi kulit.
Beberapa kasus membutuhkan kombinasi dengan tindakan klinis seperti chemical peeling atau terapi laser, tergantung tipe dan respons kulit.
Terapi laser dapat menjadi pilihan untuk melasma membandel karena mampu menargetkan pigmen tanpa merusak jaringan di sekitarnya.
Namun, efektivitas laser sangat bergantung pada evaluasi awal dan pemantauan setelah tindakan.
"Respons tiap pasien berbeda-beda. Ada yang cukup dengan beberapa sesi, tapi ada juga yang butuh waktu lama," jelas dr. Tanya.
Yang terpenting adalah terapi dilakukan secara bertahap, aman, dan sesuai kondisi kulit masing-masing.
Perlindungan terhadap sinar matahari merupakan fondasi utama dalam pengelolaan melasma.
Sunscreen bukan sekadar pelengkap kosmetik, tetapi bagian integral dari pengobatan.
Tanpa perlindungan dari UV, hasil terapi bisa cepat pudar dan bercak kembali muncul.
Keberhasilan pengobatan sangat dipengaruhi oleh pola hidup, kedisiplinan menjalani terapi, serta ekspektasi yang masuk akal.
Pendekatan trial-and-error tanpa diagnosis yang jelas sering justru memperparah kondisi.
Melasma adalah kondisi kronis yang butuh pemahaman menyeluruh, bukan sekadar "dioles lalu hilang".
Edukasi menjadi pilar penting dalam pengendalian melasma.
dr. Tanya Febrina menekankan pentingnya pendekatan yang sistematis dan personal, serta mengutamakan keselamatan pasien.
"Setiap kulit punya kebutuhan unik dan tidak bisa diperlakukan secara seragam," ia mengungkapkan.
Melasma adalah sinyal tubuh untuk lebih peka terhadap diri sendiri.
Ia mengajak masyarakat untuk lebih memahami kondisi kulit, lebih kritis terhadap informasi, dan bijak dalam memilih terapi.
Meski bisa memengaruhi kepercayaan diri, melasma tetap bisa dikendalikan dengan pendekatan yang tepat dan aman.
Nilai diri seseorang tidak ditentukan oleh warna kulit yang sempurna atau tidak.
Dengan edukasi yang tepat, pendampingan medis yang kompeten, dan sikap memberdayakan, hidup tetap bisa dijalani dengan tenang meski bercak masih tampak di cermin.
- Penulis :
- Gerry Eka
- Editor :
- Tria Dianti







