Pantau Flash
HOME  ⁄  Lifestyle

Gen Z dan Tantangan Ekonomi 2025: Antara #KaburAjaDulu dan Realitas In This Economy

Oleh Gerry Eka
SHARE   :

Gen Z dan Tantangan Ekonomi 2025: Antara #KaburAjaDulu dan Realitas In This Economy
Foto: (Sumber: Ilustrasi - Sejumlah generasi muda mencari informasi lowongan pekerjaan saat Pameran Bursa Kerja. ANTARA FOTO/Maulana Surya/nz.)

Pantau - Istilah “in this economy” menjadi ekspresi populer di kalangan Gen Z sepanjang 2025, mencerminkan keresahan atas kondisi ekonomi global dan nasional yang memengaruhi keputusan finansial harian mereka, termasuk pekerjaan, penghasilan, hingga masa depan karier.

Ekonomi Tidak Stabil, Peluang Kerja Menyempit

Ungkapan “in this economy” tidak hanya menjadi bahan candaan, tetapi mencerminkan kondisi riil yang dihadapi Gen Z: inflasi, pengangguran muda yang tinggi, serta penetrasi teknologi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) yang mempengaruhi pasar kerja.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) 2025 menunjukkan Indonesia memiliki populasi sebesar 284,4 juta jiwa, dengan pertumbuhan 1,11% per tahun.

Gen Z (lahir 1997–2012) menjadi kelompok demografis terbesar, mencapai 27,94% atau sekitar 74,93 juta jiwa.

Meski Indonesia tengah menikmati bonus demografi (2020–2030), peluang ini dapat berubah menjadi bumerang jika tidak dimanfaatkan untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan.

Tantangan besar pun muncul.

Hampir 10 juta Gen Z (usia 15–24 tahun) masuk kategori NEET (Not in Employment, Education, or Training) pada 2023, dengan mayoritas berasal dari kelompok perempuan.

Masalah lain yang mencuat adalah kesenjangan keterampilan dan ketatnya persaingan kerja di tengah transformasi digital.

Laporan Forum Ekonomi Dunia (WEF) memprediksi bahwa dalam lima tahun ke depan, 23% pekerjaan akan berubah, 14 juta pekerjaan akan hilang, dan 83 jenis pekerjaan akan punah.

Namun, 69 juta pekerjaan baru juga akan tercipta.

Ini menandakan bahwa Gen Z perlu membekali diri dengan keterampilan yang relevan, etis, dan tetap manusiawi di tengah perkembangan AI.

Awal 2025, tagar #KaburAjaDulu viral di media sosial X (sebelumnya Twitter).

Tagar ini menyuarakan frustrasi anak muda atas sulitnya mendapat pekerjaan yang laik, gaji yang tak sesuai, serta minimnya rekrutmen yang inklusif.

Menteri Ketenagakerjaan Yassierli mengklarifikasi bahwa #KaburAjaDulu bukan ajakan untuk lari dari kenyataan, melainkan refleksi keinginan generasi muda untuk meningkatkan keterampilan dan bekerja di luar negeri, demi kembali membangun negeri dengan bekal yang lebih baik.

Program Magang Nasional dan Harapan Baru

Sebagai respons terhadap kondisi tersebut, pemerintah meluncurkan Program Magang Nasional pada 2025.

Program ini ditujukan bagi lulusan perguruan tinggi dan menawarkan upah setara UMK sebagai bagian dari paket stimulus ekonomi 8+4+5.

Harapannya, program ini mampu mempercepat pertumbuhan ekonomi dan menekan angka pengangguran muda.

Direktur Kebijakan Publik CELIOS, Media Wahyudi Askar, menegaskan bahwa Magang Nasional harus menjadi jembatan menuju pekerjaan formal dan layak, terutama bagi Gen Z yang terdampak perlambatan ekonomi.

Ia mengingatkan bahwa banyak anak muda kehilangan dukungan finansial dari orang tua dan perlu sistem penyangga yang konkret.

“Program ini harus disinergikan lintas sektor antara pemerintah dan dunia usaha,” ujarnya, sembari menekankan bahwa program mesti berkelanjutan dan berdampak nyata dalam mengurangi pengangguran muda.

Guru Besar Universitas Indonesia, Rhenald Kasali, juga menekankan pentingnya pembelajaran sepanjang hayat (life-long learning) agar manusia tidak tergantikan oleh mesin dan tetap memiliki nilai dalam ekosistem kerja masa depan.

Ia menyebut bahwa Gen Z mencari pekerjaan yang bermakna, memberikan apresiasi, dan perlindungan, bukan hanya sekadar pemasukan.

Tahun 2025 memang bukan tahun mudah bagi angkatan kerja muda.

Namun dengan dukungan semua pihak, Gen Z dapat memiliki daya saing kuat, penghasilan yang layak, dan kesempatan menikmati hasil kerja keras mereka — baik in this economy maupun di masa depan.

Penulis :
Gerry Eka