
Pantau.com - Presiden Joko Widodo memerintahkan agar kasus dugaan pelanggaran hukum satelit Kementerian Pertahanan yang merugikan negara sekitar Rp800 miliar lebih diusut tuntas.
"Presiden memerintahkan saya untuk meneruskan dan menuntaskan kasus ini," ujar Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD dalam siaran pers yang ditayangkan di YouTube Kemenko Polhukam, Kamis, 13 Januri 2022.
Kata Mahfud, pemerintah sudah mengadakan rapat beberapa kali untuk membahas masalah tersebut. Mahfud juga telah berkoordinasi dengan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa, dan Jaksa Agung ST Burhanuddin.
Saat ini, Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah mengusut dugaan pelanggaran hukum dalam proyek satelit slot orbit 123 derajat Bujur Timur di Kementerian Pertahanan (Kemhan) pada 2015.
"Beberapa bulan bahkan beberapa tahun kami telah melakukan penelitian dan pendalaman atas kasus ini dan sekarang sudah hampir mengerucut. InsyaAllah dalam waktu dekat kami akan naik penyidikan. InsyaAllah dalam satu-dua hari kami akan tindak lanjuti ini. Memang dari hasil penyelidikan cukup bukti untuk kami tingkatkan ke penyidikan," kata Jaksa Agung ST Burhanuddin di Kemenko Polhukam, Kamis, 13 Januari 2022.
Namun adik anggota DPR TB Hasanuddin itu belum menyampaikan siapa saja yang terlibat dalam kasus tersebut.
"Ini masih pendalaman. Artinya kami belum menentukan penyidikan ya, baru akan kami tentukan dalam satu-dua hari. Pasti kerugian kami sudah kami lakukan pendalaman, tetapi finalnya nanti ada di BPK dan BPKP. Kami belum bisa sebutkan," ujarnya.
Proyek satelit Kemhan itu terjadi pada tahun 2015, yang kala itu Kemhan dipimpin oleh Ryamizard Ryacudu. Proyek itu berkaitan dengan pengelolaan satelit untuk slot orbit 123 derajat Bujur Timur.
Singkatnya, Kemhan meneken kontrak dengan Avanti, Navayo, Airbus, Detente, Hogan Lovel, dan Telesat meskipun belum tersedia anggaran. Akhirnya Avanti dan Navayo pun menggugat pemerintah Indonesia. Mahfud menyebut sejauh ini negara diwajibkan membayar kepada dua perusahaan itu dengan nilai ratusan miliar rupiah.
"Kemudian Avanti menggugat pemerintah di London Court of International Arbitration karena Kemhan tidak membayar sewa satelit sesuai dengan nilai kontrak yang telah ditandatangani sehingga pada 9 Juni 2019 Pengadilan Arbitrase di Inggris menjatuhkan putusan yang berakibat negara membayar untuk sewa satelit Artemis ditambah dengan biaya arbitrase, biaya konsultan, dan biaya filling sebesar Rp515 miliar. Jadi negara membayar Rp515 miliar untuk kontrak yang tidak ada dasarnya," kata Menko Polhukam Mahfud.
"Nah, selain dengan Avanti, pemerintah baru saja diputus oleh arbitrase di Singapura untuk membayar lagi nilainya sampai sekarang itu 20.901.209 dolar (USD) kepada Navayo, harus bayar menurut arbitrase. Ini yang 20 juta ini nilainya Rp304 (miliar)," tambah Mahfud.
Menurut Mahfud, negara berpotensi ditagih lagi oleh perusahaan lain yang meneken kontrak dengan Kemhan, yaitu Airbus, Detente, Hogan Lovel, dan Telesat. Mahfud menyebutkan persoalan ini tengah diselidiki Kejaksaan Agung (Kejagung).
rn- Penulis :
- Tim Pantau.com










