Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Proyek Kota Bekasi Harus Ada Arahan Rahmat Effendi

Oleh M Abdan Muflih
SHARE   :

Proyek Kota Bekasi Harus Ada Arahan Rahmat Effendi

Pantau.comPenyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)  periksa tujuh orang saksi untuk membongkar dugaan suap pengadaan barang dan jasa serta lelang jabatan di wilayah Bekasi. Ketujuh saksi dimintai keterangan tentang dugaan adanya arahan khusus dari Wali Kota nonaktif Bekasi Rahmat Effendi untuk pengadaan proyek.

 

"Para saksi hadir dan diskonfirmasi, antara lain masih terkait dugaan adanya arahan dan perintah tersangka RE (Rahmat Effendi) untuk menentukan proyek-proyek tertentu yang anggarannya dikelola Pemerintah Kota Bekasi," ucap pelaksana tugas (Plt) juru bicara bidang penindakan KPK Ali Fikri di Gedung Antirasuah Jakarta, Senin (17/01/2022).

 

Ali mengatakan tujuh saksi itu yakni  Sekretaris Daerah Pemkot Bekasi, Reny Hendrawati; Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A), Tita Listia; Camat Rawa Lumbu, Makhfud Syaifudin; (PPK), Giyarto; Kabid pertanahan Disperkimtan Kota Bekasi, Heryanto; Kepala BPBD, Nurcholis dan Ajudan Walikota Bekasi, Andi Kristanto.

 

Ali enggan memerinci arahan khusus Rahmat Effendi dalam pengerjaan proyek di Bekasi. Mereka semua juga diminta menjelaskan tentang aliran dana ke Rahmat Effendi dalam kasus ini.

 

"Selain itu didalami juga mengenai adanya dugaan aliran sejumlah uang yang dinikmati tersangka RE dan pihak terkaitnya yang berasal dari potongan dana beberapa pegawai," ujar Ali.

 

Sebelumnya dalam kasus ini, KPK menetapkan sembilan tersangka. Sebagai penerima, yaitu Rahmat Effendi, Sekretaris DPMPTSP M Bunyamin (MB), Lurah Jati Sari Mulyadi (MY), Camat Jatisampurna Wahyudin (WY), dan Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kota Bekasi Jumhana Lutfi (JL).

 

Sebagai pemberi, yakni Direktur PT ME Ali Amril (AA), pihak swasta Lai Bui Min (LBM), Direktur PT KBR Suryadi (SY), dan Camat Rawalumbu Makhfud Saifudin (MS).

Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan Pemkot Bekasi pada 2021 menetapkan APBD Perubahan Tahun 2021 untuk belanja modal ganti rugi tanah dengan nilai total anggaran sebesar Rp286,5 miliar.

 

Ganti rugi itu adalah pembebasan lahan sekolah di wilayah Kecamatan Rawalumbu, Bekasi, Jawa Barat senilai Rp21,8 miliar, pembebasan lahan Polder 202 senilai Rp25,8 miliar, pembebasan lahan Polder Air Kranji senilai Rp21,8 miliar, dan melanjutkan proyek pembangunan gedung teknis bersama senilai Rp15 miliar.

 

Atas proyek-proyek tersebut, tersangka Rahmat Effendi diduga menetapkan lokasi pada tanah milik swasta dan melakukan intervensi dengan memilih langsung para pihak swasta yang lahannya akan digunakan untuk proyek pengadaan dimaksud serta meminta untuk tidak memutus kontrak pekerjaan.

 

Kemudian sebagai bentuk komitmen, dia juga diduga meminta sejumlah uang kepada pihak yang lahannya diganti rugi oleh Pemkot Bekasi dengan sebutan untuk "sumbangan masjid".

Uang diserahkan melalui perantara orang-orang kepercayaan Rahmat Effendi, yaitu Jumhana Lutfi yang menerima Rp 4 miliar dari Lai Bui Min, Wahyudin yang menerima Rp 3 miliar dari Makhfud Saifudin, dan mengatasnamakan sumbangan ke salah satu masjid yang berada di bawah yayasan milik keluarga Rahmat Effendi sejumlah Rp100 juta dari Suryadi.

 

Tidak hanya itu, Rahmat Effendi diduga menerima sejumlah uang dari beberapa pegawai Pemerintah Kota Bekasi sebagai pemotongan terkait posisi jabatan yang diembannya.

Uang tersebut diduga dipergunakan untuk operasional Rahmat Effendi yang dikelola oleh Mulyadi yang pada saat dilakukan tangkap tangan tersisa uang sejumlah Rp600 juta.

Ada pula tindakan korupsi terkait pengurusan proyek dan tenaga kerja kontrak di lingkungan Pemkot Bekasi dan Rahmat Effendi diduga menerima Rp30 juta dari Ali Amril melalui M Bunyamin.

 

Atas perbuatannya, para tersangka pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.

 

Sedangkan para tersangka penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan pasal 12 huruf f serta Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

rn
Penulis :
M Abdan Muflih