
Pantau.com - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Firli Bahuri mengatakan Ramadan bukan hanya bulan penuh berkah, ampunan dan rahmat, tapi juga sarat nilai-nilai keteladanan.
Hal ini dikatakan Firli dalam tulisannya yang bertema Esensi serta Hikmah Ramadan untuk Menggapai Ketakwaan Umat agar Mampu Mengontrol Hawa Nafsu Khususnya Ketamakan, Sisi Kelam Pemicu Korupsi, yang dikutip Pantau.com, Sabtu, 9 April 2022.
Firli menilai, Ramadan juga sebagai momentum untuk mendidik jiwa, meneguhkan integritas dalam berperang melawan hawa nafsu, termasuk perilaku korupsi.
"Sayangnya, tidak sedikit oknum penyelenggara negara, pejabat, kepala daerah, politisi hingga elit politik dan oknum penegak hukum di negeri ini yang terdidik ilmu pengetahuan dan agama dengan baik, namun belum sepenuhnya menjiwai nilai esoteris dari hikmah puasa Ramadan, yang tak lain adalah ketakwaan," ujar Firli.
Menurut Firli, sungguh ironi, di satu mereka termasuk kaum terpelajar, memiliki akses pengetahuan yang memadai dan mengerti ajaran agama, tapi tidak memiliki integritas yang luhur. Bahkan jauh dari kata berbudi karena gemar mengais harta dengan cara batil, yakni korupsi.
"Seyogianya mereka adalah teladan bagi anak bangsa di negeri ini. Namun defisit akhlak, moral dan etika telah menggiring serta mereka ke dalam barisan kelam, barisan para koruptor," kata Firli.
Purnawirawan Polri berpangkat komisaris jenderal itu menilai, keterlibatan kaum terpelajar dalam kubangan korupsi bukan isapan jempol belaka, mengingat hal ini memang nyata dan benar adanya. Banyak pejabat dan orang terdidik yang mengerti ilmu dan ajaran agama, justru berperilaku korup.
Tak pernah puas dan selalu merasa kurang atas nikmat rezeki dan harta yang diberi Allah Swt, para koruptor yang telah telah kehilangan sisi-sisi kemanusiaan, kini berperangai layaknya binatang.
"Seekor tikus yang tak lagi memiliki rasa malu, dosa, simpati. Apalagi empati saat memakan uang rakyat, untuk memenuhi rasa laparnya yang tak kunjung usai," kata Firli geram.
"Lihat saja para koruptor yang kami cokok, sebagian besar dari mereka menyandang gelar sarjana, S1, S2, S3 bahkan profesor. Tanpa mengecilkan peran para pendidik, kita harus berani jujur bahwasanya hari-hari ini bangsa kita masih menyaksikan hal berbeda nan tercela dari oknum kaum terpelajar tersebut, yang kontradiktif dengan tujuan dan cita-cita pendidikan itu sendiri," Firli menambahkan.
Melihat persoalan ini, Firli memandang perlu mendesain pendidikan agar tetap memiliki integritas yang berakhlakul karimah, dengan mengajarkan idealisme yang sarat dengan nilai-nilai antikorupsi yakni, kesederhanaan, kejujuran dan rasa tanggung jawab tinggi.
"KPK melihat pola pendidikan yang saat ini lebih banyak mengandalkan porsi pengajaran dan pembelajaran yang bermuara pada peningkatan akal, jasmani, serta keterampilan, dan itu tidak salah."
"Namun pola pendidikan tersebut seyogianya dapat ditambahkan unsur dan nilai-nilai antikorupsi sejak dini, mulai dari usia anak kelompok bermain hingga mahasiswa dan berlanjut sampai mereka bekerja, untuk membentuk sekaligus menjaga karakter anak bangsa antikorupsi," kata Firli.
- Penulis :
- Aries Setiawan