
Pantau - Penggunaan komponen cadangan (Komcad) dan kategori ancaman yang diatur di dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sumber Daya Nasional (PSDN) terus menjadi sorotan di kalangan akademisi dan peneliti.
"Dengan definisi ancaman seperti yang disebut dalam UU PSDN ini, maka spill-over penggunaan Komcad menjadi sangat luas dan berbahaya," kata Kepala Program Studi HI FISIP UIN Jakarta Faisal Nurdin Idris dalam keterangan tertulis, Jumat (3/6/2022).
Faisal menyampaikan hal ini pada Telaah Kritis UU PSDN dalam Perspektif Politik, Hukum-HAM, dan Keamanan: Jelang Putusan Mahkamah Konstitusi yang merupakan Kerjasama Prodi HI FISIP UIN Jakarta dan Imparsial, di UIN Jakarta, Kamis (2/6/2022). Faisal menilai UU PSDN ini sangat minim penghormatan terhadap hak-hak individu.
"Pemerintah seharusnya bisa menjamin hak-hak privasi warga negara, termasuk menghormati hak untuk menolak dimobilisasi untuk perang atau operasi tertentu, atas dasar keyakinan atau kepercayaan mereka," terang Faisal.
Sementara Pegiat HAM dan Peneliti Centra Initiative Fery Kusuma mengkhawatirkan Komcad seperti Pamswakarsa atau para milisi di masa lalu. Prinsip-prinsip HAM menjadi terancam.
"Pembentukan Komponen Cadangan juga berpotensi kembali membentuk para milisi seperti yang terjadi di masa lalu, untuk berhadapan dengan mahasiswa atau masyarakat kita sendiri," tegas Fery.
Peneliti CSRC UIN Jakarta Junaidi Simun menambahkan pengaturan terkait dimensi ancaman pada UU PSDN terlalu luas. UU ini tidak fokus dan cenderung multitafsir.
"Anggaran yang dialokasikan untuk pembentukan Komcad juga sangat besar, sekitar Rp 1 triliun pertahun. Sebaiknya dana sebesar ini bisa digunakan untuk kepentingan memajukan ekonomi, pendidikan dan lain-lain," jelas Junaidi.
Peneliti Senior Imparsial Al Araf menilai proses pembentukan UU ini sangat minim partisipasi pubilk, sehingga UU ini cacat formil. Dimensi ancaman dalam UU PSDN ini juga terlalu luas dan bisa dipergunakan untuk kepentingan politik tertentu.
"Kita ingat dulu pemerintah menggunakan warga sipil untuk menghadapi kelompok sipil lain seperti yang terjadi di Timor Leste. Komponen Cadangan juga berpotensi disalahgunakan sebagaimana yang terjadi di Timor Leste," katanya.
"Dengan definisi ancaman seperti yang disebut dalam UU PSDN ini, maka spill-over penggunaan Komcad menjadi sangat luas dan berbahaya," kata Kepala Program Studi HI FISIP UIN Jakarta Faisal Nurdin Idris dalam keterangan tertulis, Jumat (3/6/2022).
Faisal menyampaikan hal ini pada Telaah Kritis UU PSDN dalam Perspektif Politik, Hukum-HAM, dan Keamanan: Jelang Putusan Mahkamah Konstitusi yang merupakan Kerjasama Prodi HI FISIP UIN Jakarta dan Imparsial, di UIN Jakarta, Kamis (2/6/2022). Faisal menilai UU PSDN ini sangat minim penghormatan terhadap hak-hak individu.
"Pemerintah seharusnya bisa menjamin hak-hak privasi warga negara, termasuk menghormati hak untuk menolak dimobilisasi untuk perang atau operasi tertentu, atas dasar keyakinan atau kepercayaan mereka," terang Faisal.
Sementara Pegiat HAM dan Peneliti Centra Initiative Fery Kusuma mengkhawatirkan Komcad seperti Pamswakarsa atau para milisi di masa lalu. Prinsip-prinsip HAM menjadi terancam.
"Pembentukan Komponen Cadangan juga berpotensi kembali membentuk para milisi seperti yang terjadi di masa lalu, untuk berhadapan dengan mahasiswa atau masyarakat kita sendiri," tegas Fery.
Peneliti CSRC UIN Jakarta Junaidi Simun menambahkan pengaturan terkait dimensi ancaman pada UU PSDN terlalu luas. UU ini tidak fokus dan cenderung multitafsir.
"Anggaran yang dialokasikan untuk pembentukan Komcad juga sangat besar, sekitar Rp 1 triliun pertahun. Sebaiknya dana sebesar ini bisa digunakan untuk kepentingan memajukan ekonomi, pendidikan dan lain-lain," jelas Junaidi.
Peneliti Senior Imparsial Al Araf menilai proses pembentukan UU ini sangat minim partisipasi pubilk, sehingga UU ini cacat formil. Dimensi ancaman dalam UU PSDN ini juga terlalu luas dan bisa dipergunakan untuk kepentingan politik tertentu.
"Kita ingat dulu pemerintah menggunakan warga sipil untuk menghadapi kelompok sipil lain seperti yang terjadi di Timor Leste. Komponen Cadangan juga berpotensi disalahgunakan sebagaimana yang terjadi di Timor Leste," katanya.
- Penulis :
- Muhammad Rodhi