
Pantau - Mantan Direktur Utama Taspen Life Maryoso Sumaryo, untuk ketiga kalinya gagal dalam sidang praperadilaan perkara dugaan korupsi dan tindak pidana pencucian uang pada pengelolaan dana inventasi di PT Asuransi Jiwa Taspen Tahun 2017-2020.
Kegagalan permohonan yang diajukan Maryoso setelah ditetapkan tersangka itu ditolak oleh Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
"Tim Jaksa Penyidik pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) telah memenangkan 3 permohonan praperadilan dalam Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang pada Pengelolaan Dana Investasi di PT. Asuransi Jiwa Taspen Tahun 2017-2020 yang diajukan oleh Pemohon Tersangka MS," ujar Kapuspenkum Kejagung, ketut Sumedana, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (5/7/2022).
Tiga permohonan praperadilan tersebut di antaranya, terkait dengan dua alat bukti dalam penetapan tersangka pada perkara tersebut yang dinilai tidak sah.
Kedua, Maryoso membuat permohonan praperadilan terkait dengan kerugian keuangan negara yang nyata dalam penetapan tersangka
Permohonan praperadilan ketiga mengenai Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) Terlapor dalam tujuh hari sebagaimana Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-XIII/2015.
Sidang putusan yang ketiga dilakukan pada Senin, (4/7/2022) dengan keputusan tetap menolak permohonan yang diajukan Maryoso Sumaryo.
"Dengan adanya putusan praperadilan perkara dimaksud maka penyidikan perkara, penetapan dan penahanan terhadap Tersangka telah sesuai ketentuan hukum acara pidana yang berlaku," ucap Ketut.
Seperti yang diketahui, KPK telah menetapkan dua tersangaka dalam kasus ini. Dua tersangka tersebut Maryoso Sumaryono, selaku mantan Direktur Utama sekaligus Ketua Komite Investasi PT Taspen Life.
Lalu, Hasti Sriwahyuni selaku Beneficial Owner Group PT Sekar Wijaya, termasuk PT Prioritas Raditya Multifinance (PRM) yang menerbitkan Medium Term Note (MTN) Prioritas Finance tahun 2017.
Posisi singkat kasus ini, pada tanggal 17 Oktober 2017 PT Asuransi Jiwa Taspi melakukan penempatan dana investasi sebesar Rp150 miliar dalam bentuk KPD di PT Emco Asset Management selaku Manager Investasi dengan underlying berupa MTN PT PRM yang sejak awal diketahui tidak mendapat peringat/investement grade.
Kemudian, dana pencarian MTN tersebut oleh PT PRM tidak dipergunakan sesuai dengan tujuan MTN dalam perjajian penerbitan MTN, melainkan langsung mengalir dan didistribusikan ke Grup Perusahaan PT Sekar Wijaya serta beberapa pihak yang terlibat dalam penerbitan MTN PT PRM sehingga gagal bayar.
Untuk menutupi gagal bayar MTN dari laporan keuangan PT Asuransi Jiwa Taspen, lanjut Ketut, kemudian dibuat seolah-olah telah dilunasi dengan dilakukan penjualan tanah jaminan yang terletak di Solo senilai kewajiban PT PRM kepada PT Asuransi Jiwa Taspen kepada PT Nusantara Alamanda Wirabhakti dan PT Bumi Mahkota Jaya.
“Padahal uang yang dipergunakan untuk memberi tersebut berasal dari keuangan PT Asuransi Jiwa Taspen yang dikeluarkan dengan dibungkus transaksi investasi melalui beberapa reksa dana yang kemudian dikendalikan untuk membeli saham-saham tertentu,” ungkap Ketut.
Penyidik mentersangkakan keduanya dengan primer Pasal 2 Ayat (1) juchto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juchto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Dengan subsider Pasal 3 juchto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juchto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Selain itu, tersangka Hasti Sriwahyuni juga dijerat dengan pertama Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, atau kedua Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang..
Kegagalan permohonan yang diajukan Maryoso setelah ditetapkan tersangka itu ditolak oleh Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
"Tim Jaksa Penyidik pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) telah memenangkan 3 permohonan praperadilan dalam Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang pada Pengelolaan Dana Investasi di PT. Asuransi Jiwa Taspen Tahun 2017-2020 yang diajukan oleh Pemohon Tersangka MS," ujar Kapuspenkum Kejagung, ketut Sumedana, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (5/7/2022).
Tiga permohonan praperadilan tersebut di antaranya, terkait dengan dua alat bukti dalam penetapan tersangka pada perkara tersebut yang dinilai tidak sah.
Kedua, Maryoso membuat permohonan praperadilan terkait dengan kerugian keuangan negara yang nyata dalam penetapan tersangka
Permohonan praperadilan ketiga mengenai Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) Terlapor dalam tujuh hari sebagaimana Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-XIII/2015.
Sidang putusan yang ketiga dilakukan pada Senin, (4/7/2022) dengan keputusan tetap menolak permohonan yang diajukan Maryoso Sumaryo.
"Dengan adanya putusan praperadilan perkara dimaksud maka penyidikan perkara, penetapan dan penahanan terhadap Tersangka telah sesuai ketentuan hukum acara pidana yang berlaku," ucap Ketut.
Seperti yang diketahui, KPK telah menetapkan dua tersangaka dalam kasus ini. Dua tersangka tersebut Maryoso Sumaryono, selaku mantan Direktur Utama sekaligus Ketua Komite Investasi PT Taspen Life.
Lalu, Hasti Sriwahyuni selaku Beneficial Owner Group PT Sekar Wijaya, termasuk PT Prioritas Raditya Multifinance (PRM) yang menerbitkan Medium Term Note (MTN) Prioritas Finance tahun 2017.
Posisi singkat kasus ini, pada tanggal 17 Oktober 2017 PT Asuransi Jiwa Taspi melakukan penempatan dana investasi sebesar Rp150 miliar dalam bentuk KPD di PT Emco Asset Management selaku Manager Investasi dengan underlying berupa MTN PT PRM yang sejak awal diketahui tidak mendapat peringat/investement grade.
Kemudian, dana pencarian MTN tersebut oleh PT PRM tidak dipergunakan sesuai dengan tujuan MTN dalam perjajian penerbitan MTN, melainkan langsung mengalir dan didistribusikan ke Grup Perusahaan PT Sekar Wijaya serta beberapa pihak yang terlibat dalam penerbitan MTN PT PRM sehingga gagal bayar.
Untuk menutupi gagal bayar MTN dari laporan keuangan PT Asuransi Jiwa Taspen, lanjut Ketut, kemudian dibuat seolah-olah telah dilunasi dengan dilakukan penjualan tanah jaminan yang terletak di Solo senilai kewajiban PT PRM kepada PT Asuransi Jiwa Taspen kepada PT Nusantara Alamanda Wirabhakti dan PT Bumi Mahkota Jaya.
“Padahal uang yang dipergunakan untuk memberi tersebut berasal dari keuangan PT Asuransi Jiwa Taspen yang dikeluarkan dengan dibungkus transaksi investasi melalui beberapa reksa dana yang kemudian dikendalikan untuk membeli saham-saham tertentu,” ungkap Ketut.
Penyidik mentersangkakan keduanya dengan primer Pasal 2 Ayat (1) juchto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juchto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Dengan subsider Pasal 3 juchto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juchto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Selain itu, tersangka Hasti Sriwahyuni juga dijerat dengan pertama Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, atau kedua Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang..
- Penulis :
- Firdha Rizki Amalia