
Pantau - Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menilai penerbitan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja sebagai bentuk pembangkangan terhadap putusan Mahkamah Konstitusi (MK).
"Kami melihat, ini merupakan pembangkangan terhadap putusan MK yang memandatkan untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama dua tahun sejak putusan diucapkan," ujar Koordinator KontraS Fatia Maulidianti dalam keterangan tertulis, Senin (2/1/2023).
Fatia menyebut, Perppu Cipta Kerja ini juga menunjukkan bahwa pemerintah tidak melaksanakan perintah MK untuk membuat regulasi sesuai prinsip meaningful participation. Khususnya, pada regulasi yang memiliki dampak luas bagi masyarakat.
"Lebih jauh, produk hukum yang diterbitkan Presiden ini menihilkan peran MK sebagai bagian dari kekuasaan yudikatif dan perannya sebagai guardian of constitution," ucap Fatia.
Selain menunjukkan inkonsistensi, lanjutnya, pemerintah dengan jelas mencoreng praktik negara hukum yang baik dengan melangkahi putusan MK.
"Bukan hanya meneruskan pola pembuatan regulasi yang tidak partisipatif, pemerintah makin menunjukkan kesewenang-wenangannya lewat berbagai bentuk pemaksaan kehendak agenda pemerintah walaupun hal tersebut menerabas ketentuan perundang-undangan," tutupnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, Jumat (30/12/2022).
Perppu ini menggantikan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
"Dengan keluarnya Perppu Nomor 2 Tahun 2022 ini diharapkan kepastian hukum bisa terisi dan ini menjadi implementasi dari putusan MK," kata Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.
"Kami melihat, ini merupakan pembangkangan terhadap putusan MK yang memandatkan untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama dua tahun sejak putusan diucapkan," ujar Koordinator KontraS Fatia Maulidianti dalam keterangan tertulis, Senin (2/1/2023).
Fatia menyebut, Perppu Cipta Kerja ini juga menunjukkan bahwa pemerintah tidak melaksanakan perintah MK untuk membuat regulasi sesuai prinsip meaningful participation. Khususnya, pada regulasi yang memiliki dampak luas bagi masyarakat.
"Lebih jauh, produk hukum yang diterbitkan Presiden ini menihilkan peran MK sebagai bagian dari kekuasaan yudikatif dan perannya sebagai guardian of constitution," ucap Fatia.
Selain menunjukkan inkonsistensi, lanjutnya, pemerintah dengan jelas mencoreng praktik negara hukum yang baik dengan melangkahi putusan MK.
"Bukan hanya meneruskan pola pembuatan regulasi yang tidak partisipatif, pemerintah makin menunjukkan kesewenang-wenangannya lewat berbagai bentuk pemaksaan kehendak agenda pemerintah walaupun hal tersebut menerabas ketentuan perundang-undangan," tutupnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, Jumat (30/12/2022).
Perppu ini menggantikan Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
"Dengan keluarnya Perppu Nomor 2 Tahun 2022 ini diharapkan kepastian hukum bisa terisi dan ini menjadi implementasi dari putusan MK," kata Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dalam konferensi pers di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta.
- Penulis :
- Aditya Andreas










