
Pantau - Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Fatia Maulidiyanti menilai wacana penerapan darurat sipil di Papua dapat memperburuk situasi kemanusiaan di sana.
Ia mengatakan, wacana ini bisa membuat kekerasan yang terjadi di Papua semakin parah. Pasalnya, hal ini bisa menjadi validasi bagi aparat keamanan atau kelompok bersenjata untuk semakin agresif lagi.
"Melalui kebijakan darurat sipil, negara memiliki wewenang yang begitu besar dan berpotensi terjadi adanya pelanggaran hak asasi manusia," kata Fatia, Sabtu (11/2/2023).
Selain itu, Fatia berpendapat, pemberlakuan wacana pemberlakuan darurat sipil juga menimbulkan masalah lain. Salah satunya, pembatasan terhadap akses informasi publik sehingga memungkinkan pelanggaran kemanusiaan tidak dapat diketahui masyarakat.
Berdasarkan catatan KontraS, sebanyak 8.264 personel gabungan TNI/Polri telah diterjunkan ke Papua. Ia mengatakan, kedatangan pasukan dengan jumlah besar ini memicu terjadinya kontak senjata antara aparat dengan kelompok Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka.
"Akibatnya sepanjang Desember 2021 – November 2022 diketahui terdapat sekitar 48 peristiwa kekerasan yang terjadi. Banyak korban yang jatuh justru didominasi warga sipil termasuk perempuan dan anak-anak,” ujar dia.
Ia mengatakan, wacana ini bisa membuat kekerasan yang terjadi di Papua semakin parah. Pasalnya, hal ini bisa menjadi validasi bagi aparat keamanan atau kelompok bersenjata untuk semakin agresif lagi.
"Melalui kebijakan darurat sipil, negara memiliki wewenang yang begitu besar dan berpotensi terjadi adanya pelanggaran hak asasi manusia," kata Fatia, Sabtu (11/2/2023).
Selain itu, Fatia berpendapat, pemberlakuan wacana pemberlakuan darurat sipil juga menimbulkan masalah lain. Salah satunya, pembatasan terhadap akses informasi publik sehingga memungkinkan pelanggaran kemanusiaan tidak dapat diketahui masyarakat.
Berdasarkan catatan KontraS, sebanyak 8.264 personel gabungan TNI/Polri telah diterjunkan ke Papua. Ia mengatakan, kedatangan pasukan dengan jumlah besar ini memicu terjadinya kontak senjata antara aparat dengan kelompok Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka.
"Akibatnya sepanjang Desember 2021 – November 2022 diketahui terdapat sekitar 48 peristiwa kekerasan yang terjadi. Banyak korban yang jatuh justru didominasi warga sipil termasuk perempuan dan anak-anak,” ujar dia.
Berdasarkan hal tersebut, Fatia menilai pendekatan militerisme seperti darurat sipil tidak akan menyelesaikan pokok persoalan yang terjadi.
- Penulis :
- Aditya Andreas