
Pantau - Izin impor Kereta Rangkaian Listrik (KRL) yang akan dilakukan oleh PT. KAI Commuter untuk mengatasi jumlah penumpang harian yang semakin meningkat jadi perbincangan. Sebelumnya PT. KAI telah berencana untuk mendatangkan 16 rangkaian kereta bekas dari Jepang, namun tak mendapatkan izin dari Kementerian Perindustrian.
Untuk menyelesaikan hal ini, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan telah memerintahkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk sesegera mungkin melakukan audit keuangan sehingga izin untuk impor bisa segera dikeluarkan.
Sementara itu, Plh Direktur BPKP Indra Khaira Jaya mengatakan bahwa pengajuan audit belum juga diterima.
"Belum diterima surat formal auditnya," tutur Indra, Minggu (12/3/2023).
Polemik ini, kemudian mencuri perhatian publik khususnya pengguna KRL karena dirasa tak menguntungkan penumpang. Pasalnya, problem kekurangan armada siap operasi milik PT. KAI Commuter mengharuskan dilakukannya pemotongan rangkaian kereta. Bila di jam-jam sibuk seperti pukul 6 hingga 8 pagi lazimnya lintas Bogor-Jakarta dipenuhi oleh rangkaian Stanformasi 12 kereta, kini banyak rangkaian yang dipotong hanya menjadi 8 kereta.
Ketiadaan 4 kereta dalam setiap rangkaian pada jam-jam sibuk membuat banyak penumpang harus menunggu lebih lama untuk bisa naik ke dalam KRL. Penumpang-penumpang prioritas seperti lansia dan ibu hamil, juga amat dirugikan karena rangkaian kereta selalu penuh hingga mereka kesulitan untuk mendapatkan kursi.
Selain itu, efek lain yang juga terasa adalah makin maraknya gangguan yang terjadi dalam seminggu terakhir. Terbaru, KRL relasi Nambo-Jakarta Kota mengalami mati AC dan juga lampu di tengah perjalanan.
"KAI Commuter memohon maaf atas terjadinya gangguan operasional pada KA D1/13823 lintas Nambo-Jakarta Kota," dikutip dari @CommuterLine, Selasa (14/3/2023).
Belum lagi gangguan-gangguan lain yang ramai dikeluhkan oleh pengguna KRL, mulai dari gangguan pintu hingga KRL yang mengalami mati mesin.
Semakin meningkatnya gangguan dan pemotongan rangkaian kereta jelas makin menyengsarakan para pengguna KRL. Birokrasi serta perizinan impor yang memakan waktu lama serta belum juga mendapat kepastian, hanya menambah penderitaan para penumpang yang merasakan dampak langsung saban harinya. [Laporan: Rafi Syabi]
Untuk menyelesaikan hal ini, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan telah memerintahkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk sesegera mungkin melakukan audit keuangan sehingga izin untuk impor bisa segera dikeluarkan.
Sementara itu, Plh Direktur BPKP Indra Khaira Jaya mengatakan bahwa pengajuan audit belum juga diterima.
"Belum diterima surat formal auditnya," tutur Indra, Minggu (12/3/2023).
Polemik ini, kemudian mencuri perhatian publik khususnya pengguna KRL karena dirasa tak menguntungkan penumpang. Pasalnya, problem kekurangan armada siap operasi milik PT. KAI Commuter mengharuskan dilakukannya pemotongan rangkaian kereta. Bila di jam-jam sibuk seperti pukul 6 hingga 8 pagi lazimnya lintas Bogor-Jakarta dipenuhi oleh rangkaian Stanformasi 12 kereta, kini banyak rangkaian yang dipotong hanya menjadi 8 kereta.
Ketiadaan 4 kereta dalam setiap rangkaian pada jam-jam sibuk membuat banyak penumpang harus menunggu lebih lama untuk bisa naik ke dalam KRL. Penumpang-penumpang prioritas seperti lansia dan ibu hamil, juga amat dirugikan karena rangkaian kereta selalu penuh hingga mereka kesulitan untuk mendapatkan kursi.
Selain itu, efek lain yang juga terasa adalah makin maraknya gangguan yang terjadi dalam seminggu terakhir. Terbaru, KRL relasi Nambo-Jakarta Kota mengalami mati AC dan juga lampu di tengah perjalanan.
"KAI Commuter memohon maaf atas terjadinya gangguan operasional pada KA D1/13823 lintas Nambo-Jakarta Kota," dikutip dari @CommuterLine, Selasa (14/3/2023).
Belum lagi gangguan-gangguan lain yang ramai dikeluhkan oleh pengguna KRL, mulai dari gangguan pintu hingga KRL yang mengalami mati mesin.
Semakin meningkatnya gangguan dan pemotongan rangkaian kereta jelas makin menyengsarakan para pengguna KRL. Birokrasi serta perizinan impor yang memakan waktu lama serta belum juga mendapat kepastian, hanya menambah penderitaan para penumpang yang merasakan dampak langsung saban harinya. [Laporan: Rafi Syabi]
- Penulis :
- renalyaarifin