
Pantau - Ilmuwan terus melakukan inovasi guna mengatasi penyakit pada tumbuhan, para ilmuwan berhasil menemukan tempelan atau patch eletronik yang dapat mendeteksi bakteri penyakit.
Dilansir dari universal-sci.com, Ilmuwan di North Carolina State University, di Amerika Serikat patch electronics yang dapat mendeteksi berbagai macam patogen (bakteri penyakit).
Patch electronics itu bisa mendeteksi seperti infeksi virus serta kekeringan dan salintas (tingkat keasinan atau kadar garam yang terlarut dalam air) pada tanaman.
Pada pengujiannya, ilmuwan North Carolina State University meletakan patch electronics sepanjang 30mm di bagian bawah daun tanaman. Lokasi ini dipilih karena memiliki kerapatan stomata (tempat pertukaran gas saat fotosintesis) yang lebih tinggi.
Cara kerja patch electronics itu dengan memonitor senyawa organik volatil atau volatile organic compounds (VOCs), yang akan dikeluarkan oleh tanaman.
VOCs yang akan dikeluarkan akan bervariasi menyesuaikan kesehatan tanaman dan kondisi tertentu.
Keunikan desain patch yang baru dikeluarkan oleh para ilmuwan, saat ini memiliki sensor tambahan yang dapat berfungsi untuk mengukur suhu, kelembapan, dan jumlah kelembapan yang dilepaskan oleh tanaman melalui daun mereka.
Tim peneliti menentukan efektivitas patch, dengan melakukan serangkaian uji coba di rumah kaca pada tanaman tomat. Dan pada hasilnya, patch diketahui mampu mendeteksi infeksi virus dalam waktu empat hari setelah tanaman terpapar.
Deteksi dini yang dilakukan oleh patch merupakan penemuan yang mutakhir. Lantaran akan dibutuhkan waktu sekitar 10-14 hari untuk tumbuhan memperlihatkan gejala fisik akibat virus yang tengah menginfeksinya.
Penemuan ini dapat membantu para petani untuk segera mengambil tindakan agar dapat mengurangi penyebaran infeksi dan mengatasi tantangan yang dapat mempengaruhi hasil panen.
Para peneliti menguji patch ini pada tanaman yang terinfeksi dengan jenis patogen yang berbeda. Patogen tersebut adalah virus bercak layu tomat atau tomato spotted wilt virus (TSWV).
Tanaman yang diuji coba juga terpapar berbagai stres abiotik, seperti kelebihan air, kondisi kekeringan, kurang cahaya, dan konsentrasi garam yang tinggi dalam air.
Analisis data akan temuan milik peneliti dilakukan menggunakan kecerdasan buatan yang menyebabkan peneliti dapat menentukan kombinasi sensor yang paling efektif untuk mengidentifikasi penyakit dan stres abiotik.
Pengembangan patch yang dilakukan oleh para ilmuwan menunjukan kemajuan yang signifikan bagi bidang pertanian. Hal ini karena teknologi, ini memungkinkan petani untuk mendeteksi dan menangani masalah pada tanaman mereka dengan lebih cepat dan efisien.
Namun, sebelum mendistribusikan patch ini, para ilmuwan harus memastikan efektivitasnya dalam lingkungan. Sementara dari tim perencanaan, akan membuat patch electronics menjadi wireless atau nirkabel dan mengujinya lebih lanjut di bawah kondisi nyata, di luar rumah kaca.
Jika patch electronics dapat digunakan di pasaran, tentunya ini akan menjadi sebuah langkah besar bagi kita untuk memantau kesehatan tanaman.
Dilansir dari universal-sci.com, Ilmuwan di North Carolina State University, di Amerika Serikat patch electronics yang dapat mendeteksi berbagai macam patogen (bakteri penyakit).
Patch electronics itu bisa mendeteksi seperti infeksi virus serta kekeringan dan salintas (tingkat keasinan atau kadar garam yang terlarut dalam air) pada tanaman.
Pada pengujiannya, ilmuwan North Carolina State University meletakan patch electronics sepanjang 30mm di bagian bawah daun tanaman. Lokasi ini dipilih karena memiliki kerapatan stomata (tempat pertukaran gas saat fotosintesis) yang lebih tinggi.
Cara kerja patch electronics itu dengan memonitor senyawa organik volatil atau volatile organic compounds (VOCs), yang akan dikeluarkan oleh tanaman.
VOCs yang akan dikeluarkan akan bervariasi menyesuaikan kesehatan tanaman dan kondisi tertentu.
Keunikan desain patch yang baru dikeluarkan oleh para ilmuwan, saat ini memiliki sensor tambahan yang dapat berfungsi untuk mengukur suhu, kelembapan, dan jumlah kelembapan yang dilepaskan oleh tanaman melalui daun mereka.
Tim peneliti menentukan efektivitas patch, dengan melakukan serangkaian uji coba di rumah kaca pada tanaman tomat. Dan pada hasilnya, patch diketahui mampu mendeteksi infeksi virus dalam waktu empat hari setelah tanaman terpapar.
Deteksi dini yang dilakukan oleh patch merupakan penemuan yang mutakhir. Lantaran akan dibutuhkan waktu sekitar 10-14 hari untuk tumbuhan memperlihatkan gejala fisik akibat virus yang tengah menginfeksinya.
Penemuan ini dapat membantu para petani untuk segera mengambil tindakan agar dapat mengurangi penyebaran infeksi dan mengatasi tantangan yang dapat mempengaruhi hasil panen.
Para peneliti menguji patch ini pada tanaman yang terinfeksi dengan jenis patogen yang berbeda. Patogen tersebut adalah virus bercak layu tomat atau tomato spotted wilt virus (TSWV).
Tanaman yang diuji coba juga terpapar berbagai stres abiotik, seperti kelebihan air, kondisi kekeringan, kurang cahaya, dan konsentrasi garam yang tinggi dalam air.
Analisis data akan temuan milik peneliti dilakukan menggunakan kecerdasan buatan yang menyebabkan peneliti dapat menentukan kombinasi sensor yang paling efektif untuk mengidentifikasi penyakit dan stres abiotik.
Pengembangan patch yang dilakukan oleh para ilmuwan menunjukan kemajuan yang signifikan bagi bidang pertanian. Hal ini karena teknologi, ini memungkinkan petani untuk mendeteksi dan menangani masalah pada tanaman mereka dengan lebih cepat dan efisien.
Namun, sebelum mendistribusikan patch ini, para ilmuwan harus memastikan efektivitasnya dalam lingkungan. Sementara dari tim perencanaan, akan membuat patch electronics menjadi wireless atau nirkabel dan mengujinya lebih lanjut di bawah kondisi nyata, di luar rumah kaca.
Jika patch electronics dapat digunakan di pasaran, tentunya ini akan menjadi sebuah langkah besar bagi kita untuk memantau kesehatan tanaman.
- Penulis :
- Sofian Faiq