Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Kualitas Udara di DKI Jakarta Tak Layak Hirup, Heru Budi: Saya Tiup Aja

Oleh renalyaarifin
SHARE   :

Kualitas Udara di DKI Jakarta Tak Layak Hirup, Heru Budi: Saya Tiup Aja
Pantau - Kualitas udara di DKI Jakarta buruk dan terpantau tidak sehat selama beberapa hari kebelakang. Diduga udara buruk disebabkan oleh praktik industri di kawasan kabupaten atau kota tetangga.

"Iya, saya tiup aja," gurau Pj Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi, Selasa (13/6/2023).

Menurutnya sejumlah upaya yang dapat dilakukan masyarakat untuk mengurangi kualitas udara DKI Jakarta yang buruk yakni dengan mempercepat penggunaan motor dan mobil listrik.

Berdasarkan pantauan situs AQI Air, Selasa (13/6/2023). Kualitas udara di Jakarta menunjukkan angka 112 yang berarti tidak sehat bagi kelompok sensitif. Selain itu konsentrasi PM2.5 di Jakarta saat ini 8.8 kali nilai panduan kualitas udara tahunan WHO.

Sementara itu untuk ranking dunia, Jakarta menempati urutan ke-7 negara paling berpolusi. Urutan pertama ditempati Dhaka, Bangladesh dengan indeks 161.

Sebelumnya, Dinas Kesehatan DKI Jakarta berupaya melakukan pengamatan mingguan terhadap penyakit yang timbulkan akibat udara Jakarta tidak sehat.

“Kami selalu melakukan pengamatan mingguan terhadap penyakit-penyakit potensial KLB (kejadian luar biasa) yang diperkirakan berhubungan dengan kualitas udara,” kata Kepala Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta, Ani Ruspitawati saat dikonfirmasi di Jakarta, Rabu (7/6/2023).

Ani mengatakan penyaki-penyakit yang dihubungkan dengan kualitas udara di Jakarta itu bersifat endemis (selalu ada) dan dapat dilihat dari tren kasus berdasarkan waktu.

“Penyakit menular endemis yang biasa dihubungkan dengan kualitas udara (polutan/bahan pencemaran) antara lain ISPA (infeksi saluran pernapasan akut), PPOK (penyakit paru obstruktif kKronis) dan pneumonia (radang paru-paru),” ujarnya.

Dikatakan Ani, untuk penyakit yang biasa dihubungkan dengan kondisi iklim, seperti kelembapan, musim hujan atau kemarau, dan lain sebagainya.

“Penyakit demam berdarah dengue (DBD), diare, penyakit bakteri (typhoid) dan hepatitis A,” tuturnya.

Selain itu, kata Ani, tren penyakit yang diperkirakan berhubungan dengan kualitas udara hampir seluruhnya meningkat, kecuali DBD karena berhubungan dengan kelembapan.

“Perlu studi lebih lanjut untuk memastikan bahwa peningkatan kasus beberapa penyakit tersebut berhubungan dengan kualitas udara di DKI Jakarta,” jelasnya.

Adapun berdasarkan data Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta, penyakit Pneumonia DKI Jakarta pada 2022 awal mencapai sekitar 200 orang, sedangkan pada 2023 di minggu yang sama naik menjadi 400 orang.

Lalu, kasus influenza-like Illness (ILI) DKI Jakarta pada 2022 minggu ke-21 mencapai sekitar 300 orang, sedangkan pada 2023 di turun menjadi kurang dari 100 orang.

Kemudian, kasus diare akut DKI Jakarta pada 2022 minggu ke-21 mencapai sekitar dua ribu lebih orang, sedangkan pada 2023 naik menjadi 6.000 orang.
Penulis :
renalyaarifin