billboard mobile
Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Bivitri: Politik Dinasti Sekarang Lebih Buruk Ketimbang Rezim Soeharto

Oleh Aditya Andreas
SHARE   :

Bivitri: Politik Dinasti Sekarang Lebih Buruk Ketimbang Rezim Soeharto
Foto: Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti.

Pantau - Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti menilai, politik dinasti yang ada saat ini jauh lebih buruk ketimbang zaman Orde Baru.

Hal ini ia sampaikan menjelang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait batas usia bagi capres dan cawapres hari ini, Senin (16/10/2023).

Bivitri awalnya menjelaskan, kemungkinan tiga jenis putusan yang diambil MK. Pertama, yaitu menolak gugatan atau batas usia capres dan cawapres tetap 40 tahun.

Kedua akan turun menjadi 35 tahun. Ketiga, batas usia tetap 40 tahun tetapi ditambahkan frasa 'dan atau pernah menduduki jabatan publik sebelumnya'.

"Kalau yang terjadi adalah skenario kedua atau ketiga alias dikabulkan permohonannya, maka menurut saya MK sudah bermasalah dalam dua hal. Pertama dia meneguhkan politik dinasti yang bahkan sudah jauh lebih parah dari zaman Soeharto," ujar Bivitri dalam webinar bertajuk 'Ancaman Politik Dinasti Menjelang Pemilu 2024?', Minggu (15/10/2023).

"Kenapa saya berani bilang begitu? Kawan-kawan sekalian, sekarang ini lebih parah, sekarang menggunakan badan peradilan. Itu pukulan yang luar biasa, regresi demokrasi yang luar biasa untuk meneguhkan sebuah dinasti politik," sambungnya.

Bivitri mengakui, lembaga peradilan di zaman Presiden Soeharto memang tidak netral. Akan tetapi, nepotisme seperti penunjukan keluarga atau kerabat menduduki jabatan publik tidak diteguhkan lembaga peradilan.

"Sekarang ini sudah luar biasa hancur karena hubungan kekerabatan digunakan untuk meloloskan dinasti politik presiden yang tengah menjabat," kata Bivitri.

Pakar hukum tata negara ini menambahkan MK tidak mempunyai kewenangan untuk menentukan batas usia capres dan cawapres dalam UU Pemilu. Sebab, hal tersebut merupakan ranah pembentuk Undang-undang yakni pemerintah dan DPR.

Namun, ia menyoroti sikap MK yang tidak konsisten dalam tiga tahun terakhir. Belakangan ini, menurutnya, MK mulai tidak konsisten.

Ia mencontohkan tentang putusan yang terkait masa jabatan pimpinan KPK. Ia mengkritik argumentasi hakim MK di balik putusan itu.

"Putusan MK dalam kasus pimpinan KPK itu mengikat bahkan tidak perlu lagi DPR dan pemerintah mengubah UU, langsung berlaku," katanya.

Penulis :
Aditya Andreas