
Pantau – Sejauh ini program nyamuk berwolbachia diklaim tidak memiliki efek samping, seperti mengubah nyamuk aedes aegypti menjadi mutan ganas. Sebab, bakteri tersebut berasal dari genetika alami yang ada pada tubuh serangga.
Klaim tersebut datang dari Peneliti Nyamuk Berwolbachia di Pusat Kedokteran Tropis Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr Eggi Arguni, MSc, PhD, SpA(K). "Sampai saat ini tidak ada efek samping dari teknologi ini," kata Eggi saat dikonfirmasi Pantau.com dari Jakarta, Jumat (1/12/2023).
Eggi kembali menegaskan teknologi wolbachia tidak membuat nyamuk aedes aegypti bermutasi menjadi ganas. Sebab, transmisi bakteri wolbachia terjadi melalui proses genetika alami di dalam tubuh serangga.
"Jadi saya pikir tidak ada akan mutasi menjadi ganas, sesuatu yang membahayakan, insya Allah tidak. Sampai saat ini belum terbukti (terjadinya mutan ganas)," ucapnya.
Menurut dia, 60 persen bakteri wolbachia tumbuh di tubuh serangga yang hidup di bumi, seperti lalat buah, kumbang, kupu-kupu, ngengat, dan sebagainya. "Ada pula spesies nyamuk yang mengandung wolbachia juga. Jadi banyak sekali," paparnya.
Sebagai informasi, terdapat tiga transmisi Wolbachia pada nyamuk Aedes aegypti dalam upaya menurunkan kasus penularan demam berdarah dengue alias DBD. Pertama, terjadi saat nyamuk jantan berwolbachia kawin dengan nyamuk betina berwolbachia sehingga penetasan telur menghasilkan nyamuk berwolbachia.
Kedua, nyamuk jantan tak berwolbachia kawin dengan betina berwolbachia sehingga tetasan telur menghasilkan nyamuk berwolbachia. Ketiga, terjadi saat nyamuk jantan berwolbachia kawin dengan betina tidak berwolbachia sehingga telur tidak akan menetas.
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2P) Kemenkes melaporkan laju kasus dengue di Indonesia rata-rata mencapai 74.000 hingga 140.000 per tahun.
Kasus dengue pada Januari hingga November 2023 mencapai 76.449 pasien dengan 571 kasus kematian. Angka tersebut berhasil ditekan hingga separuh dari capaian kasus di 2022 yang mencapai 143.300 pasien dengan 1.236 kematian.
Penurunan itu terjadi berkat intervensi pengasapan, larvasida, pemakaian kelambu, 3M plus, hingga Gerakan Satu Rumah Satu Jumatik.
- Penulis :
- Yohanes Abimanyu