
Pantau - Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PKS, Muhammad Nasir Djamil, menyampaikan kekecewaannya atas keterlibatan tiga hakim dalam kasus suap terkait vonis lepas (ontslaag) terhadap korporasi dalam perkara korupsi ekspor bahan baku minyak goreng.
Nasir menyebut kasus ini mengejutkan dan memalukan, khususnya bagi lembaga peradilan yang seharusnya menjadi pilar keadilan di bawah naungan institusi yudikatif.
Ia menyindir keras julukan yang selama ini disematkan kepada hakim sebagai “wakil Tuhan di muka bumi”, namun ternyata masih bisa tergoda oleh uang dan kepentingan pribadi.
Menurutnya, peristiwa ini memperpanjang krisis dalam dunia peradilan dan memperkuat keraguan publik terhadap komitmen institusi hukum dalam membangun sistem yang bersih dan agung.
DPR Desak MA dan KY Evaluasi Sistem Peradilan Secara Total
Nasir mempertanyakan apakah reformasi sistem hukum selama ini hanya sebatas prosedural, ataukah sudah menyasar akar budaya hukum yang selama ini rawan rusak oleh praktik suap, pelanggaran etika, dan lemahnya moralitas.
Ia mendesak Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem perekrutan, pembinaan, dan pengawasan terhadap hakim.
Nasir menekankan bahwa persoalan seperti ini tidak cukup diselesaikan dengan “resep biasa”, melainkan memerlukan pendekatan luar biasa agar praktik kotor seperti ini tidak terus berulang.
Sebelumnya, Ketua PN Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap penanganan perkara di PN Jakarta Pusat.
Selain Arif, tiga hakim yakni Agam Syarif Baharudin, Ali Muhtaro, dan Djuyamto juga ditetapkan sebagai tersangka setelah diduga menerima suap senilai Rp 22,5 miliar.
Ketiga hakim tersebut diketahui menjatuhkan vonis lepas kepada korporasi terdakwa dalam perkara ekspor migor dan diduga bekerja sama dengan Arif Nuryanta, dua pengacara (Marcella Santoso dan Ariyanto), serta panitera muda Wahyu Gunawan dari PN Jakarta Utara.
- Penulis :
- Pantau Community