
Pantau - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi memperpanjang masa pencegahan terhadap mantan anggota DPR RI periode 2009–2014, Miryam S. Haryani, terkait kasus korupsi proyek e-KTP.
Pencegahan tersebut berlaku mulai 9 Februari 2025 hingga 9 Agustus 2025, sebagaimana disampaikan oleh juru bicara KPK, Tessa Mahardhika, pada Kamis, 17 April 2025.
Sebelumnya, pencegahan terhadap Miryam telah diajukan oleh KPK sejak Juli 2024, sebagai bagian dari proses penyidikan yang masih berlangsung.
Perpanjangan ini mengacu pada Keputusan Pimpinan KPK Nomor 983 Tahun 2024 yang memberikan kewenangan untuk mencegah seseorang bepergian ke luar negeri selama enam bulan.
Tessa Mahardhika juga menyebutkan bahwa keputusan awal terkait pencegahan telah diumumkan pada Selasa, 13 Agustus tahun sebelumnya.
Tersangka Kunci dalam Perkara e-KTP
Miryam S. Haryani bukan nama baru dalam perkara mega korupsi proyek e-KTP.
Ia sebelumnya divonis lima tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan pada November 2017 karena terbukti memberikan keterangan palsu di persidangan dalam kasus e-KTP.
Hukuman tersebut telah dijalani, dan ia telah dinyatakan bebas.
Namun sejak 2019, statusnya kembali menjadi sorotan publik setelah KPK menetapkannya sebagai tersangka dalam kasus korupsi yang sama.
Dalam kasus tersebut, Miryam diduga terlibat dalam aliran dana proyek e-KTP yang dikenal dengan kode "uang jajan".
Wakil Ketua KPK saat itu, Saut Situmorang, menyampaikan bahwa ada empat tersangka baru yang ditetapkan, termasuk Miryam.
Tiga tersangka lainnya adalah Isnu Edhi Wijaya, Direktur Utama Perum Percetakan Negara; Husni Fahmi, Ketua Tim Teknis TI e-KTP dari BPPT; dan Paulus Tannos, Direktur Utama PT Sandipala Arthapura.
Saut menjelaskan bahwa KPK menemukan bukti permulaan yang cukup terkait keterlibatan para tersangka dalam pengadaan proyek e-KTP pada 2011 hingga 2013.
Dalam proses penyidikan lebih lanjut, KPK menduga bahwa Miryam, yang saat itu menjabat sebagai anggota DPR periode 2014–2019, meminta uang sebesar USD 100 ribu kepada Irman, Dirjen Dukcapil Kemendagri saat itu.
Uang tersebut digunakan untuk membiayai kunjungan kerja Komisi II ke beberapa daerah dan kemudian diserahkan kepada perwakilan Miryam.
Selain itu, ia juga diduga menerima uang beberapa kali dari Irman dan Sugiharto sepanjang 2011 hingga 2012, dengan total penerimaan mencapai USD 1,2 juta.
- Penulis :
- Gian Barani