Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Aspebindo Nilai Mundurnya LG Hambat Ambisi Indonesia Jadi Pusat Industri Baterai EV

Oleh Peter Parinding
SHARE   :

Aspebindo Nilai Mundurnya LG Hambat Ambisi Indonesia Jadi Pusat Industri Baterai EV
Foto: Mundurnya LG dari Proyek Titan dipandang sebagai hambatan serius dalam upaya Indonesia menjadi pusat industri baterai EV global.

Pantau - Wakil Ketua Umum Asosiasi Pemasok Energi dan Batubara Indonesia (Aspebindo), Fathul Nugroho, menyatakan bahwa keputusan LG Energy Solution (LGES) mundur dari Proyek Titan berpotensi menunda ambisi Indonesia menjadi pusat industri baterai kendaraan listrik (EV).

Proyek Titan merupakan inisiatif besar yang melibatkan kolaborasi antara LGES dan Indonesia Battery Corporation (IBC), dengan tujuan membangun ekosistem baterai nasional berbasis nikel dari hulu ke hilir.

Rencana awal proyek mencakup seluruh rantai pasok, mulai dari pengolahan nikel, produksi prekursor dan katoda, hingga pembuatan sel baterai untuk kendaraan listrik.

Ancaman pada Transfer Teknologi dan Ketergantungan Impor

Fathul menekankan bahwa mundurnya LGES membawa risiko signifikan terhadap transfer teknologi pengolahan nikel menjadi bahan baku baterai berkualitas tinggi.

Ia menyebutkan bahwa kehilangan peluang transfer teknologi ini akan memperbesar ketergantungan Indonesia terhadap impor dalam sektor strategis baterai EV.

Menurutnya, pembatalan proyek juga tidak terlepas dari dinamika global, termasuk perlambatan permintaan kendaraan listrik serta perubahan strategi bisnis LGES.

Dorongan Diversifikasi Mitra dan Peran Pemerintah

Fathul menyerukan agar Indonesia tidak menggantungkan diri pada satu mitra strategis, dan mendorong pemerintah untuk menjajaki kerja sama dengan negara-negara seperti Amerika Serikat dan negara-negara Eropa.

Ia juga menekankan pentingnya peran Satgas Hilirisasi dan Kementerian Investasi dan Hilirisasi dalam memperkuat kebijakan hilirisasi dan menarik investor baru.

Kementerian diminta lebih agresif dalam membuka peluang kolaborasi dengan pihak asing, sementara Satgas Hilirisasi diharapkan dapat meningkatkan koordinasi lintas sektor untuk mengatasi hambatan struktural di industri baterai nasional.

Sebelum pembatalan, konsorsium Korea Selatan yang dipimpin LG telah merencanakan investasi sebesar 11 triliun won atau sekitar Rp130,7 triliun untuk proyek ini.

Sebagai produsen nikel terbesar di dunia, Indonesia memiliki posisi strategis dalam rantai pasok global baterai EV, namun kehilangan mitra seperti LGES menunjukkan tantangan besar yang harus segera diatasi.

Penulis :
Peter Parinding