
Pantau - Polres Blitar, Jawa Timur membentuk satuan tugas (satgas) antipremanisme sebagai langkah strategis menciptakan rasa aman di tengah masyarakat dan mendukung situasi kondusif di wilayah hukum mereka.
Kapolres Blitar AKBP Arif Fazlurrahman menjelaskan bahwa pembentukan satgas ini menjadi bagian dari pelaksanaan Operasi Pekat II tahun 2025 yang dilaksanakan sejak 1 Mei hingga 14 Mei 2025.
"Melalui pembentukan satgas antipremanisme dan pelaksanaan Operasi Pekat II, kami berupaya menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman," kata Kapolres AKBP Arif di Blitar, Sabtu.
Ia menegaskan bahwa segala bentuk premanisme tidak boleh diberi ruang di wilayah hukum Polres Blitar, termasuk aksi yang berkedok organisasi masyarakat atau ormas.
Titik Rawan Diawasi, Ormas Meresahkan Jadi Target
Satgas yang dibentuk tersebut menempatkan personel di titik-titik rawan untuk mencegah aksi kriminal seperti pemerasan, perampasan, pengeroyokan, hingga premanisme terselubung yang meresahkan masyarakat dan pelaku usaha.
Kapolres Arif juga menambahkan bahwa keberadaan satgas ini diharapkan menciptakan iklim investasi yang aman dan mendorong kenyamanan masyarakat dalam menjalani aktivitas ekonomi.
" Kami berharap langkah ini mampu menciptakan situasi kamtibmas yang kondusif serta mendukung pertumbuhan ekonomi dan kenyamanan masyarakat secara keseluruhan," ujarnya.
AKBP Arif turut mengajak masyarakat untuk berperan aktif dengan melaporkan aktivitas mencurigakan yang berpotensi mengarah pada aksi premanisme.
Koordinasi Nasional Melibatkan Kementerian
Secara nasional, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyampaikan bahwa terdapat satuan tugas terpadu yang bertugas menangani premanisme dan ormas bermasalah.
Satgas ini berada di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Kemenko Polkam) serta melibatkan sejumlah kementerian dan lembaga, termasuk Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
Satgas ini bertugas menegakkan aturan terhadap ormas yang dibagi dalam dua kategori, yaitu ormas berbadan hukum dan ormas tidak berbadan hukum namun terdaftar di pusat data pemerintah.
Untuk ormas yang tidak berbadan hukum namun terdaftar, sanksi administratif menjadi kewenangan Kemendagri, termasuk pencabutan status terdaftar.
Apabila pelanggaran yang dilakukan masuk ranah pidana, maka tindakan akan dilakukan oleh aparat penegak hukum, khususnya kepolisian.
Ormas yang kehilangan status terdaftar tidak lagi berhak menerima fasilitas atau dana hibah dari pemerintah.
- Penulis :
- Arian Mesa
- Editor :
- Ricky Setiawan