
Pantau - Mahkamah Agung (MA) kembali memutasi Hakim Eko Aryanto, yang sebelumnya menjatuhkan vonis ringan kepada terdakwa kasus korupsi timah Harvey Moeis, hanya berselang kurang dari satu bulan sejak mutasi sebelumnya.
Mutasi terbaru diputuskan dalam rapat pimpinan MA pada 9 Mei 2025, memindahkan Eko ke posisi hakim tinggi di Pengadilan Tinggi Papua Barat.
Vonis Ringan, Banding Berat, dan Sorotan Publik
Sebelumnya, pada 22 April 2025, Eko telah dimutasi dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ke Pengadilan Negeri Sidoarjo.
Nama Eko Aryanto mulai menjadi sorotan publik setelah ia menjatuhkan vonis 6 tahun 6 bulan penjara kepada Harvey Moeis dalam perkara korupsi timah senilai Rp300 triliun—jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa sebesar 12 tahun.
Putusan tersebut menuai kontroversi karena mempertimbangkan hal-hal meringankan seperti sikap sopan, status sebagai kepala keluarga, dan tidak memiliki catatan kriminal.
Hakim juga menerima argumen bahwa Harvey hanya membantu temannya, Direktur PT RBT Suparta, tanpa terlibat langsung dalam pengambilan keputusan kerja sama dengan PT Timah.
Jaksa kemudian mengajukan banding, dan pada 13 Februari 2025, Pengadilan Tinggi Jakarta memperberat hukuman Harvey menjadi 20 tahun penjara.
Kritik terhadap MA dan Isu Transparansi Mutasi
Juru Bicara MA, Yanto, membenarkan bahwa mutasi ini merupakan bagian dari rotasi terhadap 41 hakim.
Namun, mutasi berulang terhadap Eko Aryanto menuai kritik dari masyarakat dan organisasi pemerhati hukum yang menilai langkah tersebut tidak transparan dan berpotensi mengganggu independensi kekuasaan kehakiman.
Kritik yang mengemuka juga mencerminkan kekhawatiran bahwa mutasi ini memiliki kaitan dengan putusan kontroversial terhadap Harvey Moeis, sehingga menimbulkan kesan adanya tekanan atau ketidakkonsistenan dalam kebijakan internal MA.
- Penulis :
- Gian Barani
- Editor :
- Ricky Setiawan