
Pantau - Ketua KPU RI Mochammad Afifuddin menegaskan bahwa revisi Undang-Undang Pemilu dan Pilkada hendaknya dilakukan berdasarkan refleksi menyeluruh terhadap pengalaman pelaksanaan pemilu di Indonesia sejak 1955.
Menurutnya, berbagai sistem dan desain pemilu yang pernah diterapkan selama hampir tujuh dekade menjadi fondasi penting untuk merumuskan regulasi yang lebih adaptif, inklusif, dan relevan dengan dinamika sosial-politik saat ini.
"Refleksi menyeluruh atas pengalaman kita adalah kunci menciptakan regulasi pemilu yang lebih baik dan kontekstual," ujar Afifuddin.
Dorong Jeda Pemilu-Pilkada dan Kepastian Hukum Digitalisasi
Afifuddin menyoroti beban berat yang dialami KPU dalam pelaksanaan Pemilu 2024 akibat jadwal pemilu dan pilkada yang berdekatan.
Ia mengusulkan adanya jeda ideal selama 1,5 hingga 2 tahun antara pemilu dan pilkada untuk memastikan fokus dan efisiensi dalam tahapan pelaksanaan.
Revisi juga perlu mencakup desain kelembagaan penyelenggara, sistem pemilu, hingga metode pemilihan.
Potensi digitalisasi pemilu turut disinggung, namun Afifuddin menekankan bahwa inovasi ini harus dibarengi dengan landasan hukum yang kuat agar tidak menimbulkan ketidakpastian.
"Jika ada usulan digitalisasi, harus ada kepastian hukumnya," tegasnya.
- Penulis :
- Balian Godfrey